Untuk para pecinta manga maupun anime, siapa yang tak mengenal Uzumaki Naruto, Monkey D. Luffy, Son Goku, Levi Ackerman, Tanjiro Kamado, atau bahkan Saitama, sang pemilik pukulan terkuat di alam semesta One Punch Man? Nama-nama tersebut adalah sederet tokoh beken dalam manga dan anime yang sifat, kebiasaan, bahkan kostum yang mereka kenakan banyak menginspirasi para pembaca dan penontonnya.
Bukan tanpa alasan mengapa tokoh-tokoh anime di atas banyak disukai bahkan dicintai oleh para penggemar. Masing-masing tokoh di semestanya adalah karakter utama yang memiliki kisah hidup tak mudah, dikucilkan masyarakat, dianggap sebagai beban, siluman, dan cobaan hidup lain yang akhirnya membuat mereka memiliki tekad kuat untuk diterima oleh lingkungan dengan cara membuktikan bahwa mereka memiliki kekuatan besar dan tak layak untuk diremehkan.
Pandangan hidup tiap tokoh itulah yang barangkali akhirnya diterima oleh para pembaca maupun penonton anime hingga membuat mereka merasa banyak terilhami dari kisah-kisah tokoh tersebut. Terbukti, tak jarang para pembaca maupun penonton merasa termotivasi oleh tokoh anime dan akhirnya kembali bersemangat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Mungkin, bagi sebagian orang, tokoh-tokoh dalam anime yang memberi motivasi hanyalah sebuah lelucon dan bualan. Anggapan itu bisa saja terbentuk lantaran anime-anime tercipta dengan metode produksi utama 2D yang dianggap hanya cocok menjadi tontonan anak-anak. Namun, jika kita telisik lebih dalam, anime-anime tersebut banyak berbicara tentang konsepsi kemanusiaan, ideologi, kerusakan alam semesta, perdamaian, dan tragedi lain yang sebenarnya relevan dengan keadaan dunia yang kita tinggali hari ini.
Telah sama-sama kita tahu, manga maupun anime adalah bagian dari kebudayaan Jepang yang makin hari makin banyak digandrungi masyarakat dunia dan banyak mendatangkan keuntungan bagi sektor ekonomi kreatif negara Jepang tentu tak boleh lagi kita pandang sebelah mata. Pun ketika berbicara dari sisi pengetahuan dan pandangan dunia, tak salah nampaknya jika kita banyak menelaah dan belajar dari kisah hidup para tokoh anime ini.
Menanggapi hal itu, komunitas Langgam Pustaka Indonesia mencoba merespon dunia manga dan anime ini secara interaktif melalui sebuah program baru bertajuk “Wibuan” yang diambil dari kata Wibu. Wibu, merujuk pada beberapa sumber, adalah orang yang terobsesi dengan budaya Jepang —dalam hal ini manga dan anime— hingga membuat mereka berperilaku sesuai dengan tokoh yang mereka idolai.
Program “Wibuan” yang diadakan oleh Langgam Pustaka Indonesia perdana diadakan pada Senin, 15 Juli 2024 bertema “Konflik dan Perdamaian: Pelajaran dari Perang Besar Shinobi di Anime Naruto”. Ilham Moh. Reza dan Septia Pahlawan hadir sebagai pemantik diskusi dengan membawa sudut pandang masing-masing. Dua orang pemantik ini khatam betul bagaimana latar belakang terjadinya peperangan di dunia Shinobi yang berpuncak pada perang dunia ke-4 Shinobi.
Memungkas laporan kegiatan ini, ada satu kalimat menarik yang penulis kutip dari perkataan Septia Pahlawan, kiranya begini; untuk membuat dunia menjadi satu barisan tanpa diskriminasi, umat manusia harus menciptakan satu musuh bersama yang hanya bisa dikalahkan jika umat manusia bersatu.