Hilangnya Istri-Istri

20/11/2024

Ilustrasi gambar https://id.pinterest.com/totekamo

 

Seorang polisi berpangkat AKBP yang bernama Reza, telah menerima lima laporan kehilangan hari ini. Bukan kehilangan barang mewah atau kendaraan, tapi kehilangan istri. Bapak-bapak beragam usia, sekitar empat puluhan itu duduk di kursi dengan harapan cemas istrinya segera ditemukan. 

Pagi menjelang siang, datang lagi seorang laki-laki. Ia hendak mengadukan masalah yang sama. Namanya Samiun, usia 48, berbadan tambun, berpenampilan layaknya bapak-bapak kompleks dengan perut buncit dan suka meludah. Ia juga hendak melapor tentang kehilangan istri. Ciri-cirinya saat terakhir kali melihatnya, memakai daster, sandal jepit, rambut sebahu, bagian pelipis ada bekas luka. Usianya empat puluh. Ia membawa tas jinjing. 

"Luka?" tukas polisi. "KDRT?"

"T-idak, Pak!" kilah Samiun, "saya suami baik dan bertanggung jawab."

AKBP Reza mengerut kening. Setelah bulan lalu banyak aduan tentang KDRT, kemudian marak aksi gugatan cerai di pengadilan, lalu kini kasus kehilangan istri. Saat petugas menanyakan foto istri, Samiun tak memilikinya. Teleponnya sudah dijual. 

Kasusnya mungkin terlalu rumit, tapi petugas polisi pandai berdalih. "Kami akan mengusahakannya."

Lima orang lainnya duduk di kursi dengan muka masam, berharap cemas istri mereka segera ditemukan. Samiun lantas ambil bagian. Percakapan singkat seketika itu terjadi. Bagaimana tragedi awal kehilangan istri mereka bermacam-macam. Satu orang mengaku istrinya hilang saat ditinggal bekerja di toko. Ada yang mengaku hilang di pasar. Sementara Samiun, sepertinya teperdaya oleh kata-kata istrinya yang pamit ke warung untuk membeli terasi. 

"Itu namanya minggat!" cetus seseorang. 

"Tidak! Istri saya tidak mungkin minggat. Dia perempuan salihah!" Samiun membantah. 

"Jadi yang jelas yang mana? Hilang atau minggat? Atau jangan-jangan istri bapak-bapak sekalian ini memang minggat bukan hilang?" sanggah Pak Polisi, "kalau memang minggat, kami tak bisa membantu lebih jauh."

Jika benda hilang berarti dicuri, sementara kalau manusia hilang berarti diculik. Barangkali itu maksud bapak-bapak. Namun, toh, siapa yang sudi menculik ibu-ibu paruh baya, berdaster, dan gembrot itu? Seolah-olah tidak ada gadis-gadis cantik yang lebih layak untuk diculik. 

"Kalau benar diculik, Bapak harus menunggu selama dua puluh empat jam agar dapat dikatakan sebagai penculikan."

Samiun mengangguk yakin bahwa istrinya sudah hilang selama tiga hari. Ia tak bisa mengingatnya dengan jelas memang. Sejak kepalanya terbentur tembok WC, ingatannya jadi kabur. 

"Istri saya sudah tiga hari tak ada di rumah." Samiun beranjak dari kursi," saya benar-benar kehilangan, Pak. Tidak ada yang mengingatkan saya untuk minum obat." 

Seorang lelaki di antara mereka berujar bahwa sebenarnya kehilangan istri tak selamanya buruk. Ia bisa leluasa menyalurkan hobi mancing dan motor trailnya. Baginya, istri yang terlalu cerewet itu perlu diberi jarak. Sehari dua hari mungkin masih bisa ditoleransi, tapi kehilangan istri selama satu bulan rasanya amat tersiksa. 

Yang lain mengaku istrinya galak minta ampun, bahkan pernah mengancam akan membakar suami ketika ia tak mau berhenti main judi online. Istri dan anaknya hilang entah ke mana saat pamit pergi ke toko emas. Untung suami dan rumah tak jadi dibakar. Sebagai gantinya, istri dan anaknya hilang bak ditelan Bumi. 

Lelaki yang diam di pojok menyimak, kemudian ikut berbicara. Kehilangan istri pada kasusnya lebih parah. Sebagai seorang PNS, apa yang diminta istrinya selalu dituruti. Tas mewah, perhiasan, bahkan impian untuk jalan-jalan ke luar negeri pun sempat ia rencanakan. Namun, istrinya tak pernah puas dengan itu. Menurutnya, istrinya punya kelainan saat bercinta. Ia suka dicambuk, entah dengan sabuk atau dasi. Istrinya suka yang seukuran terong ungu, sementara miliknya hanya seukuran sosis. Lalu, seperti yang lain, istrinya tiba-tiba hilang saat ia membuka pintu kamar hotel di Bali. Konon, ia pergi mencari ekspatriat. Nomor telepon diblok. Satu bulan tak ada kabar. 

Para suami lainnya yang belum menceritakan kronologi kehilangan istri lebih memilih diam. Barangkali mereka malu kalau bapak-bapak itu menertawakan sisi gelap menjadi seorang suami di kota metropolitan dengan segala kompleksitas yang membuat kepala seolah-olah hendak pecah. Sekompleks apa pun masalah manusia kota tak lain adalah faktor ekonomi. Suami di seluruh dunia barangkali setuju bila harga dirinya ada di sana. 

Mereka mengingat-ingat istri sebagai seorang perempuan yang lemah lembut saat pertama kali menikah. Lalu, perlahan-lahan semuanya berubah. Kebiasaan-kebiasaan kecil yang mengejutkan mulai tampak, seperti kebiasaan kentut, mengupil, bersendawa, dan jarang merias diri ketika di rumah. Omelan-omelan dan tuntutan yang kadang tak masuk akal pun tetap dituruti untuk menjaga perasaan istri agar bahagia. 

Beberapa suami malah jarang berdiam di rumah untuk melepas kekalutan dalam kepala. Misalnya hanya sekadar pergi memancing atau mengobrolkan tentang janda-janda di warung kopi. Para istri pun perlahan berubah, terlebih selepas memiliki anak. Kecantikan perlahan pudar. Sisa-sisa masa perawan sudah tidak ada. 

Para suami mengingat-ingat awal tujuan mereka menikah. Tentu saja bukan untuk main kucing-kucingan dengan nasib yang tak tentu. 

"Oh, tenang saja. Saya tak begitu merasa kehilangan," ujar salah satu suami. "Saya melapor kehilangan hanya karena saya merasa ada tanggung jawab moral sebagai suami. Misal istri saya benar-benar hilang selamanya, kawin lagi, lah!"

Sontak ada gelak tawa di sana, tapi dari wajah-wajah lelah itu memang tampaknya tak ada yang siap dengan kehilangan. Ada anak-anak yang rindu dekapan ibu. Rumah mereka lebih berantakan dari kapal pecah. 

"Ingat itu, istri bukan pembantu!" Salah satu lelaki merutuk. 

Saat suami sibuk main game, istri menyiapkan semuanya, mulai dari hidangan, cucian, sampai berutang modal. Gelombang PHK tengah menggila. Salah satu dari mereka mengalami itu. Ia tak tahu jika sang istri meminjam uang di rentenir. Hampir setiap hari ada orang asing menagih utang lengkap dengan ancaman. Istrinya tiba-tiba hilang saat suami kembali dari warkop. 

Tiba-tiba, para suami malang itu menatap Samiun. Hanya dia yang belum menceritakan kronologi kehilangan istrinya. 

"Oh, ya," ujarnya. 

Dulu, ia bukan seorang pelupa, tapi setelah kepalanya terantuk tembok WC, ia lupa siapa istrinya. Ia juga kadang lupa kalau sudah menikah dan memiliki seorang anak. Pada suatu waktu, ia mengatakan ingin menikahi seorang gadis bernama Siti. Istrinya naik pitam. 

"Dasar pikun!" 

Sejak saat itu, ia tak pernah melihat istrinya. 

AKBP Reza mengerut kening. Judi online, utang, kepuasan seksual, pengangguran, dan poligami. Ia seolah-olah mengerti semuanya. 

"Istri-istri bapak sekalian tidak hilang!” ujarnya tegas. 

"Tapi saya merasa kehilangan, Pak. Saya sangat kesepian."

Hari sudah sore. Kantor pelayanan tutup. Para suami pulang dengan harapan istri mereka kembali. Beberapa suami hanya pasrah tanpa menyadari penyebab di baliknya. Kehilangan itu seperti labirin, semakin berusaha keluar, malah semakin tersesat.

Firman Fadilah, tinggal di Lampung. Aktif menulis di beberapa grup literasi Facebook. Bercita-cita ingin terus konsisten menulis. Bisa ditemui di @firmanfadilah_00.