500 Days of Summer: Pencarian Kebebasan atau Perlawanan Ketakutan

16/12/2024

 

Kalau kalian gemar menonton film atau suka muncul klip potongan adegan film  yang diisi kata-kata relatable di beranda sosmed kalian, hampir mustahil jika tidak tahu film 500 Days of Summer? Film yang sudah dirilis lebih dari satu dekade lalu, tapi ceritanya masih relevan sekali untuk kita sekarang, terutama generasi Milenial dan Gen Z.

Satu aspek utama yang bikin film ini tetap relate sampai sekarang adalah hubungan tanpa label “pacaran” antara Tom dan Summer. Hubungan mereka itu bisa dibilang mirip banget sama tren yang sering kita temui di zaman sekarang, situationships alias hubungan tanpa status yang jelas. Generasi sekarang, memang lebih suka menjalin hubungan tanpa ikatan formal, jadi semacam hubungan yang "jalanin aja dulu."

Hubungan jalanin aja dulu jadi semacam sebuah budaya penuh kewajaran. Banyak dari kita yang mungkin ngerasa nyaman dengan konsep ini karena seakan-akan tidak ada tekanan untuk terikat atau buru-buru mendefinisikan hubungan. Milenial dan Gen Z cenderung lebih fleksibel dan kurang suka dikotak-kotakkan oleh aturan hubungan. Mereka jadi bebas buat nge-explore diri sendiri dan pasangan tanpa harus bawa embel-embel pacaran.

Tapi di sisi lain, hubungan tanpa label juga sering jadi sumber kebingungan. Sering kali ada yang sudah berbulan-bulan jalan bareng, intens, bahkan ketemu keluarga, tapi ketika ditanya “kita ini apa?” jawabannya malah ambigu. Terus salah satu pihak mungkin mulai ngerasa kurang nyaman karena tidak tahu arah hubungannya akan dibawa ke mana. Di film 500 Days of Summer, Tom adalah karakter yang menginginkan kejelasan, sementara Summer nyaman dengan hubungan yang lebih fleksibel.

Lalu apakah Summer langsung bisa disalahkan karena tidak mau melabeli hubungannya dengan Tom? Atau justru Tom yang salah karena punya ekspektasi lebih?


Konsep Komitmen dalam Psikologi Relasional

Kalau kita berbicara perihal komitmen, pasti kita langsung terpikirkan konsep-konsep macam pernikahan, pacaran yang serius, atau istilah "aku sama kamu, kamu milik aku, kamu satu-satunya.” Tapi kalau dari sudut pandang psikologi, komitmen itu jauh lebih dalam dari hanya sekadar status saja.

Ada yang namanya Sternberg’s Triangular Theory of Love, yang menyebut bahwa cinta terdiri dari tiga komponen utama: intimacy (keintiman), passion (gairah), dan commitment (komitmen). Dalam kasus Tom dan Summer, sepertinya ada dua komponen yang jelas tergambar, yakni intimacy dan passion. Terus bagaimana dengan commitment?

Buat banyak orang, termasuk Tom, komitmen adalah bagian paling esensial dalam sebuah hubungan. Ada rasa aman ketika kita tahu hubungan ini serius, ada arah, dan ada kejelasan. Tapi Summer, laiknya kebanyakan anak-anak muda sekarang yang merasa tidak begitu perlu buru-buru untuk memberikan label dalam sebuah hubungan dan hal tersebut menjadi semakin relevan dengan tren hubungan masa kini, di mana komitmen bukan selalu jadi prioritas utama. Tidak sedikit yang lebih memilih untuk jalanin hubungan secara santai tanpa perlu ikatan formal.

Tapi di balik fleksibilitasnya, ada juga faktor rasa takut yang mendasari orang-orang yang memilih menjauhi komitmen. Banyak orang yang takut terikat karena berbagai alasan, termasuk trauma dari hubungan masa lalu, ketidakpastian karier, atau bahkan ketakutan terhadap kehilangan kebebasan. Summer adalah gambaran dari orang yang nyaman dengan hubungan yang terbuka, mungkin karena ia lebih menghargai kebebasan pribadi daripada keterikatan.

Dari perspektif tersebut, bisa jadi Summer tidak salah. Dia hanya ingin hubungan yang ringan, yang tidak terlalu mengikat. Tapi masalahnya adalah, apakah Tom sudah siap untuk mengerti dengan kondisinya? Dalam banyak kasus hubungan seperti Tom-Summer, terdapat ketimpangan ekspektasi yang sering kali luput dibahas pada awal komunikasi. Salah satu pihak mungkin mengharapkan lebih, sementara yang lain hanya ingin "jalanin aja dulu."

Kita bisa lihat dari awal hubungan, Tom dan Summer punya kebutuhan emosional yang beda. Tom yang cenderung romantic in a way, tentu menginginkan kejelasan dan kepastian. Dia merasa hubungan ini harus punya arah. Dia sudah sampai membayangkan masa depannya bersama Summer dan merasa bahwa cinta mereka punya potensi untuk dibawa ke ranah yang lebih serius. Di sisi lain, Summer sejak awal sudah tampak jelas bahwa dia tidak menginginkan komitmen serius. Dia hanya ingin menikmati momen tanpa harus merasa terikat.

Perbedaan kebutuhan ini sering kali terjadi dalam hubungan tanpa status. Salah satu pihak merasa hubungan ini seharusnya menuju ke arah yang lebih formal, sedangkan yang lain tidak memiliki ekspektasi apa-apa selain hanya untuk bersenang-senang. Summer dapat dijadikan representasi dari Gen Z dan Milenial yang memilih untuk tidak terburu-buru memberi label pada hubungan mereka. Mereka merasa tidak memiliki kewajiban untuk mengikuti pola tradisional yang mengharuskan pacaran untuk ke arah yang jauh lebih serius (pernikahan).

Tom menginginkan lebih, dan dia berharap Summer suatu saat akan berubah pikiran. Sedangkan Summer nyaman dengan keputusannya untuk menjadi tidak terikat. Kalau dilihat dari kacamata psikologi, mereka berdua memiliki attachment style yang berbeda.

Tom mungkin memiliki attachment style yang lebih anxious, di mana dia cenderung merasa tidak aman jika hubungannya tidak jelas. Sedangkan Summer, mungkin lebih dekat dengan avoidant attachment style, di mana dia lebih nyaman menjaga jarak emosional dan menghindari keterikatan.


Paradoks Kebebasan dalam Hubungan Tanpa Label

Apakah hubungan tanpa status tersebut benar-benar akan memberikan kebebasan? Banyak orang merasa bahwa hubungan tanpa status memberikan fleksibilitas dan kebebasan untuk mengeksplorasi diri dan pasangan tanpa batasan. Tapi di sisi lain, seperti yang dialami Tom, hubungan tanpa status itu justru bisa menimbulkan kecemasan dan kebingungan yang lebih berkepanjangan sampai ke titik overthinking.

Tom terus berharap bahwa Summer akan berubah pikiran dan akhirnya memberikan komitmen dan Summer justru malah semakin merasa nyaman dengan status quo mereka.

Dalam psikologi, ada konsep yang dikenal sebagai ambivalensi, di mana seseorang merasa terjebak di antara dua pilihan atau perasaan yang bertentangan. Tom mengalami ambivalensi ini. Dia ingin tetap bersama Summer karena dia mencintainya, tapi di saat yang sama, dia juga merasa tidak puas dengan ketidakpastian hubungan mereka. Ambivalensi ini sering terjadi dalam hubungan Tom-Summer, di mana salah satu pihak pasti akan merasa tidak nyaman dengan kebebasan yang seharusnya menjadi keuntungan dari hubungan tersebut.

Buat banyak orang, hubungan tanpa status juga bisa menjadi boomerang. Kebebasan yang awalnya dicari-cari malah berubah jadi sumber stres karena ketidakjelasan. Tom merasakannya ketika dia mulai mempertanyakan ke mana hubungan ini akan tertuju, sementara Summer tetap santai tanpa beban seperti ekspektasinya. Jadi, apakah hubungan “jalanin aja dulu” ini benar-benar memberi kebebasan, atau justru memperumit perasaan dan ekspektasi yang penuh ego?


Hubungan Tanpa Status dan Krisis Identitas

Dampak lainnya dari hubungan tanpa status adalah pada persoalan pencarian jati diri, terutama bagi para generasi muda. Mereka sering kali menggunakan hubungan sebagai cara untuk mengeksplorasi identitas mereka, baik secara emosional maupun sosial. Tom menggunakan hubungannya dengan Summer untuk membangun citra dirinya. Dia merasa bahwa hubungannya dengan Summer adalah bagian dari siapa dirinya dan apa yang akan ia bangun untuk masa depannya.

Tapi hubungan tanpa label juga bisa memperburuk krisis identitas, karena ketika hubungan menjadi tidak jelas, seseorang mungkin merasa bingung tentang siapa mereka pada konteks hubungannya tersebut. Tom akhirnya merasa terjebak antara perasaannya sendiri dan kenyataan bahwa Summer tidak menginginkan hal yang sama dengan dirinya. Ini menciptakan disonansi emosional yang bisa memengaruhi rasa percaya dirinya dan cara dia memandang dirinya sendiri.

Ada juga pertanyaan yang mengarah pada tendensi yang penuh  kebingungan mengenai peran mereka dalam hubungan tanpa status. Jadi apakah mereka hanya "teman yang dekat" atau sebenarnya, mungkin ada potensi untuk menjadi sesuatu yang lebih? Ketidakjelasan itu tentu dapat mengganggu perkembangan emosional dan bahkan membuat seseorang kehilangan arah dalam pencarian jati diri.

Salah satu masalah utama dalam hubungan Tom dan Summer adalah kurangnya komunikasi yang seimbang. Summer, dari awal, sudah jelas berprinsip bahwa dia tidak mencari hubungan serius, tapi Tom memilih untuk mengabaikan fakta tersebut. Dia terus berharap bahwa hubungan mereka akan berkembang menjadi sesuatu yang lebih, meskipun Summer sudah jujur mengenai tujuannya. Dan hal tersebut pun sering terjadi sekarang, di saat salah satu pihak memilih untuk berharap lebih meskipun sinyal dari pasangan sudah jelas, ada tembok yang dibangun sendiri.

Komunikasi memang kunci dalam hubungan apa pun, terutama dalam hubungan antar personal. Jika ekspektasi tidak disampaikan dengan jelas dari awal, maka salah satu pihak akan terus berharap lebih, dan hal ini bisa menyebabkan frustrasi. Tom gagal memahami bahwa Summer benar-benar nyaman dengan kondisinya, dan dia terus-menerus mengejar sesuatu yang mungkin tidak pernah ada.

Dari perspektif psikologi komunikasi, hubungan tanpa status harus dibangun di atas dasar komunikasi yang jelas dan terbuka dari kesepakatan secara lisan. Jika salah satu pihak ingin sesuatu yang lebih, penting untuk membicarakannya daripada terus-menerus menebak atau berharap. Summer mungkin tidak salah karena dia sudah jujur dari awal, tapi Tom juga berhak untuk tahu apa yang dia inginkan dari hubungan tersebut.

Pada akhirnya hubungan Tom dan Summer tidak berhasil oleh sebab 2 hal kontradiktif yang terus bergesekan. Dan pengalaman tersebut merupakan kenyataan yang harus dihadapi banyak orang juga.

Kadang-kadang, kita harus menerima bahwa hubungan tidak selalu berjalan sesuai harapan, dan melepaskan adalah pilihan terbaik. Tom butuh waktu untuk menyadari bahwa Summer tidak akan memberikan komitmen yang dia inginkan, dan ini adalah pelajaran penting bagi banyak orang dalam hubungan tanpa label.

Melepaskan bukan berarti gagal. Justru, ini adalah langkah penting dalam memahami diri sendiri dan apa yang kita butuhkan dari sebuah hubungan. Tom akhirnya belajar bahwa dia layak mendapatkan hubungan yang lebih jelas dan pasti, dan ini adalah bagian dari proses pertumbuhan emosional. Pengalaman menjadi hubungan tanpa status bisa jadi pelajaran berharga tentang diri sendiri dan tentang apa yang kita cari dalam cinta.
 

Fatih Hayatul Azhar. Seorang mahasiswa ilmu komunikasi Universitas Budi Luhur, Jakarta Selatan yang hobi menulis dan memakan pisang. Instagram.com/fateh.hayatul