Dongeng si Kancil dan Relevansinya Sebagai Media Pembelajaran Anak

20/01/2025

 

Berbicara tentang dongeng, sebagian besar dari kita pasti tidak asing lagi dengan dongeng si Kancil. Dongeng si Kancil merupakan salah satu dongeng populer yang masih terus eksis hingga hari ini. Dongeng ini telah lama menemani masa kecil kita dan memberikan banyak pelajaran berharga pada setiap kisahnya yang bijaksana dan  juga licik. Dongeng si Kancil yang terkenal itu pada dasarnya merupakan sebuah kumpulan cerita rakyat yang menceritakan tentang kehidupan seekor kancil yang cerdas dan sering menggunakan kecerdikannya untuk mengatasi berbagai masalah atau mengelabui hewan-hewan lain yang lebih besar dan kuat darinya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi (terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh); perkataan (berita dan sebagainya) yang bukan-bukan atau tidak benar. Danandjaja mengatakan bahwa dongeng  merupakan sebuah cerita rakyat lisan yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh si empunya cerita. Dongeng juga tidak terikat oleh suatu tempat atau waktu, karena dongeng diceritakan terutama untuk menghibur. Dongeng dikenal sebagai cerita yang dalam banyak hal sering dinilai tidak masuk akal atau hanya sekadar fantasi. Penting untuk diketahui bahwa dongeng terbagi menjadi beberapa jenis. Misalnya fabel yang mengangkat tokoh hewan, sementara juga ada legenda yang berkaitan dengan peristiwa sejarah. Dalam hal ini, jelas bahwa dongeng si Kancil merupakan sebuah dongeng fabel karena karakter di dalamnya berisikan aneka macam hewan penghuni hutan yang bisa berbicara.

Mengutip dari sebuah artikel berjudul “Di Balik Cerdas Licik si Kancil” yang dikutip dari laman historia.id, pada awal kemunculannya, dongeng si Kancil tidak bisa lepas dari pengaruh ajaran agama Hindu dan Budha yang berkembang di Nusantara. Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa dongeng sang Kancil telah ada sejak abad ke II SM. Jejak sejarahnya dapat ditemukan pada suatu stupa di Barhut Allahabad India yang mengukir dan mengabadikan adegan-adegan dongeng binatang yang berasal dari cerita agama Budha, yang dikenal sebagai Jataka. Dongeng binatang ini kemudian menyebar ke luar India; ke arah barat menuju Afrika serta ke timur menuju Indonesia dan Malaysia bagian barat. Selanjutnya, dongeng kancil ini mendapatkan pengaruh kuat Hinduisme dan kemudian diadopsi oleh kerajaan-kerajaan bercorak Jawa Hindu dari abad ke 7 sampai abad ke 13.

Pada mulanya, dongeng sering dikaitkan dengan cerita primitif tentang masyarakat yang menyisipkan unsur supranatural dan kemudian mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam kepercayaan masyarakat primitif yang mempercayai animisme, dinamisme, dan lain sebagainya. Dalam beberapa versi yang menceritakan tentang dongeng si Kancil ini, terdapat beberapa versi yang mengaitkan dongeng si Kancil ini dengan hal-hal yang berbau mistik dan supranatural seperti yang ada di dalam kisah Serat Kancil Salokadarma karya R.A. Sasraningrat, putra Pakualam Yogyakarta, yang berangka tahun 1891. Cerita si kancil dalam buku ini kehilangan cirinya seperti Kancil pada umumnya karena terdapat konsep-konsep ajaran mistik yang menonjol, sehingga peran binatang dalam cerita ini tak berbeda dari manusia sehari-hari. Misalnya, ada peran bercakap-cakap, mengajar, memberi nasihat, atau adu argumentasi sambil sesekali diselipi ajaran-ajaran mistik (Ganefara, 1990). 

Versi lainnya juga menunjukkan adanya konsep ajaran mistik dalam dongeng yang mengisahkan tentang hewan kancil tersebut. Di dalam versi isi Serat Kancil Amongraja dengan serat-serat lain, tokoh Kancil digambarkan sebagai seorang pemuda dengan ilmu pengetahuan luas. Kancil juga diceritakan telah menguasai ilmu kebatinan, falak, Al-Quran, sastra, bahasa Arab dan Jawa, hingga undang-undang dan hukum Jawa-Belanda pada usianya yang masih sangat muda. Tapi, hal tersebut sejatinya bukanlah hal yang cukup mengejutkan di dalam dongeng, mengingat dongeng pada dasarnya memang bersifat pralogis atau memiliki logika tersendiri yang tidak sesuai dengan logika umum atau di luar nalar manusia. Selain itu, dongeng juga memiliki fungsi di dalamnya, dongeng dapat digunakan sebagai kisah pelipur lara, bentuk protes sosial, proyeksi akan keinginan yang terpendam, atau juga sebagai media pembelajaran yang baik bagi anak-anak.

1.    Kisah Kancil dan Siput sebagai Media Pembelajaran Kesetiakawanan dan Rendah Hati
Kisah si Kancil dan Siput ini  merupakan kisah yang bertemakan tentang kesetiakawanan. Dikisahkan pada suatu hari di sebuah hutan hiduplah seekor kancil yang sangat cepat dan licik di hutan. Ia sering menyombongkan diri dan meremehkan hewan lain, terutama siput yang bergerak sangat lambat. Suatu hari, kancil menantang siput untuk berlomba lari. Siput yang merasa tersinggung menerima tantangan itu. Pada hari perlombaan, kancil merasa sangat yakin akan menang. Namun, siput punya rencana lain. Ia meminta semua temannya untuk berbaris di sepanjang jalur lomba. Ketika kancil mulai berlari, setiap kali ia melewati seekor siput, siput itu akan menjawab sapaannya. Kancil yang merasa terus dikejar oleh siput pun menyerah lebih dulu.

Kisah ini dapat menjadi media pembelajaran yang baik bagi anak, khususnya untuk mengenalkan anak akan pentingnya arti dari sebuah kesetiakawanan. Dalam kisah tersebut, sang siput berhasil mengalahkan si kancil yang lincah dan cerdik karena mereka bekerja sama. Kesetiakawanan membuat mereka menjadi lebih kuat dan mampu mengatasi kesulitan. Orang tua juga dapat mengajarkan anaknya agar menghindari sifat sombong dalam diri si anak, kesombongan yang dilakukan oleh si kancil telah membuatnya meremehkan hewan lain dan akhirnya ia mengalami kekalahan. Orang tua juga perlu memberikan nasihat kepada anak bahwa kerendahan hati akan membuat kita lebih dihormati dan disukai orang lain.

Pesan moral lainnya yang juga dapat diajarkan kepada anak dari kisah ini adalah agar kita tidak menilai orang lain hanya dari penampilannya saja. Siput yang terlihat lemah dan lambat ternyata memiliki kecerdasan dan kemampuan yang luar biasa. Kita tidak boleh menilai seseorang hanya dari penampilan luarnya saja. Kisah tersebut juga mengajarkan kita bahwa kekuatan tidak selalu terletak pada fisik yang kuat atau kecepatan. Kerja sama, kecerdasan, dan kerendahan hati adalah nilai-nilai yang jauh lebih penting.

2.    Kisah Kancil dan Kura-Kura sebagai Media Pembelajaran Agar Tidak Iri dan Dengki Kepada Orang Lain
Kisah ini bermula ketika kancil yang terkenal sebagai hewan yang sangat cerdas di hutan merasa iri kepada kura-kura. Sang kancil iri karena melihat kura-kura yang mempunyai banyak teman dan disukai semua hewan, kancil merasa tidak senang akan hal tersebut. Ia juga merasa iri pada kura-kura yang sabar dan baik hati. Karena rasa iri itu, Kancil membuat rencana jahat. Ia menyebarkan gosip buruk tentang kura-kura kepada hewan-hewan lain. Akibatnya, teman-teman kura-kura menjauhinya.

Kisah ini dapat mengajarkan bahwa merasa iri kepada orang lain hanya akan membuat kita merasa tidak bahagia dan melakukan hal-hal yang buruk. Kebohongan dan juga fitnah yang timbul karena rasa iri dalam diri kita juga akan membawa masalah bagi kita nantinya. Berbohong untuk menjatuhkan orang lain akan berakibat buruk pada diri sendiri. Dalam hal ini orang tua perlu mengajarkan anak bahwa kebaikan itu merupakan sifat yang sangat penting. Menjadi orang yang baik hati dan jujur akan membuat kita banyak teman dan disukai orang lain. Dengan begitu diharapkan anak dapat menjadikan kisah ini sebagai pelajaran berharga bagi dirinya untuk tidak pernah iri pada orang lain dan selalu berusaha menjadi pribadi yang baik. 

3.    Kisah Kancil dan Buaya sebagai Media Pembelajaran Agar Berpikir Cerdas dan Kreatif
Dalam dongeng si Kancil, kisah antara Kancil dan buaya menjadi kisah yang paling ikonik bagi siapa saja yang pernah mendengar dongeng tersebut. Dikisahkan bahwa Kancil ingin menyeberang ke sisi lain dari sebuah sungai. Namun, di tepian sungai tersebut dirinya bertemu dengan sekelompok buaya yang besar dan ganas.

Buaya-buaya yang lapar itu mengincar kancil sebagai makan siang. Namun, Kancil yang cerdik tidak ingin menjadi santapan Buaya. Dengan akal bulusnya, Kancil berhasil mengelabui Buaya. Ia meminta Buaya untuk menghitung semua teman-temannya yang sedang bersembunyi di sungai agar dagingnya bisa dibagi sama rata. Tanpa ada rasa curiga para buaya tersebut pun mengikuti perintah si kancil dan mulai menghitung satu persatu teman-temannya. Saat Buaya sibuk menghitung, kancil pun melarikan diri dengan selamat. 

Tema utama dari kisah ini adalah kecakapan dan kecerdikan. Kancil mewakili sosok yang cerdas dan mampu mengatasi masalah dengan cara yang sangat kreatif. Kisah ini dapat menjadi media pembelajaran yang edukatif bagi anak untuk mengembangkan nilai-nilai kreativitas dalam diri sang anak. Dengan mendengarkan kisah si Kancil dan Buaya diharapkan anak-anak mendapatkan stimulus positif dan bisa berpikir cerdas pada setiap kondisi, seperti halnya si Kancil yang cerdik. 

Pada akhirnya, dongeng tidak hanya berfungsi sebagai alat pelipur lara semata. Dongeng juga ternyata dapat berfungsi sebagai media pembelajaran yang baik bagi anak. Kehadiran dongeng dalam kehidupan anak dapat membantu orang tua untuk mengajarkan pesan-pesan moral yang terkandung dalam ragam tema yang ada pada kumpulan dongeng-dongeng Indonesia karena pada dasarnya setiap dongeng akan selalu memiliki pesan moral yang baik di dalamnya. Melalui dongeng, orang tua dapat dengan lebih mudah untuk mengajarkan anak tentang nilai-nilai kebaikan, kejujuran, dan kesopanan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini karena sifat dongeng yang bersifat pralogis sehingga pesannya akan lebih mudah diserap oleh anak-anak yang masih memiliki daya imajinasi yang tinggi dalam proses tumbuh kembangnya. 

Dongeng terbukti masih relevan digunakan sebagai media pembelajaran anak, apalagi kini kehadiran dongeng semakin banyak bentuknya. Tidak seperti dahulu di mana dongeng diceritakan dari mulut ke mulut, saat ini dongeng telah banyak mengalami proses alih wahana ke dalam bentuk media populer seperti ke dalam bentuk buku kumpulan dongeng, film, animasi, atau juga dalam bentuk gim. Hal ini tentu bisa dijadikan sebagai salah satu alternatif oleh orang tua untuk menjadikannya sebagai media pembelajaran yang baik kepada anaknya. Seiring dengan masih eksisnya dongeng-dongeng yang ada di pasaran maka dapat dipastikan bahwa dongeng masih akan terus menjadi media pembelajaran yang relevan bagi anak. 

 

Bara Redinata, Manusia biasa yang saat ini sedang duduk di bangku perkuliahan Sastra Indonesia dan punya mimpi sederhana ketika kelak menginjak usia dewasa, ingin menjadi seorang sastrawan yang dermawan dan manusia yang memanusiakan manusia lainnya. Ia dapat disapa melalui Instagram @manusia.praaksara__