Keraguan Atas Agama Berakhir Tak Punya Agama, dalam Novel "Atheis" Karya Achidat Kartamihardja

12/08/2024

 

Melalui proses kreatif inilah pengarang mengaitkannya dengan gejala-gejala kejiwaan merupakan salah satu dari tiga gejala utama pendekatan psikologi sastra (Rene Wellek & Austin Werren (1962 :81-82). Sebagaimana yang diketahui sebuah karya sastra tidak akan pernah jauh dari pengekspresian pengarang. Pengarang selalu menambahkan imajinasi perasaan dan emosi dalam setiap tulisannya meskipun karya sastra yang ditulisnya adalah bentuk peristiwa nyata.

Novel Atheis karya Achidat Kartamiharja adalah salah satu novel terbaik bergenre roman dengan pengikatan antara cinta dan agama. Bentuk ekspresi emosi pengarang diwakili dengan penggambaran bentuk sikap dan perilaku tokoh yang dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran, lingkungan, dan kondisi tokoh lain di sekitarnya. Novel ini mengisahkan tentang seorang tokoh bernama Hasan, pemuda muslim yang tumbuh di lingkungan agamis oleh didikan ayahnya sejak kecil. Namun, pada usia dewasa Hasan memutuskan untuk pergi merantau ke Bandung setelah ia dibekali ilmu tarekat yang membuatnya menjadi laki-laki dengan pemahaman agama yang luas. Tanpa sadar Bandung telah mengubah perspektif Hasan tentang agama yang dianutnya. Berawal dari pertemuannya dengan Rusli, sahabatnya sejak kecil yang juga memperkenalkannya dengan Kartini. Rusli dan Kartini adalah Marxisme- Leninisme, awal pertemuan Hasan dan Kartini yang menumbuhkan benih-benih cinta di hati Hasan sekaligus menjadi nostalgia awal dari kisah Hasan yang mulai mengalami pergolakan keimanan atas agamanya. Meskipun demikian, Rusli dan Hasan tetap berteman baik dan mereka sering membincangkan terkait pemikiran mereka tentang Agama. Rusli adalah pemuda yang bijak dalam menyampaikan argumen logisnya sehingga hampir saja membuat keimanan Hasan goyah. Hasan yang sudah mulai goyah didorong lagi ketika ia bertemu dengan Anwar seorang yang tidak percaya Tuhan (Atheis). Sejak pertemuan keduanya, Hasan semakin ragu dengan ajaran ayahnya. Hasan semakin jauh dan tersesat, pergaulannya semakin bebas dan tersadar bahwa ia telah ia jatuh cinta kepada Kartini yang dipandangnya mirip dengan Rukmini. Rukmini adalah seorang gadis yang dicintainya yang dijodohkan dengan saudagar kaya. Semenjak itulah Hasan mulai meragukan  keberadaan Tuhan. Singkat cerita Hasan dan Kartini menikah, tetapi pernikahan mereka tidak berlangsung bahagia, selalu ada pertengkaran. Hasan menuduh Kartini dan Anwar berselingkuh yang menyadarkan Hasan kembali tentang agama. Hasan kemudian menceraikan Kartini dan kembali pulang ke kampung halamannya.

Akan tetapi, ketika pulang Hasan mengetahui bahwa ayahnya mengalami sakit keras dan meninggal dunia dengan tetap istiqomah dengan pendiriannya. Hasan merasa sangat bersalah dan menyesali perbuatannya, dan merasa bahwa ini semua terjadi karena perbuatan Anwar. Timbullah perasaan dendam, ia ingin membalaskan dendamnya kepada Anwar namun belum sempat itu terlaksana Hasan meninggal dunia akibat tertembak peluru. 

Novel Atheis sangat cocok dianalisis dengan pendekatan ekspresif dilihat dari pengekspresian pengarang yang digambarkan melalui permainan batin tokoh Hasan yang dipengaruhi oleh emosi tokoh lainnya. Pengarang cenderung memberikan gambaran nyata yang sederhana dan apa adanya atau yang disebut dengan aliran realisme. Kemudian dihubungkan dengan perasaan pengarang terhadap apa yang dirasakan.

Abrams dalam Siswanto, (2008:181) mengatakan bahwa pendekatan ekspresif adalah pendekatan dalam kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada ekspresi perasaan atau temperamen penulis. Teeuw dalam Siswanto, (2008:181) menyatakan bahwa karya sastra. tidak bisa dikaji dengan mengabaikan kajian terhadap latar belakang sejarah dan sistem sastra: semeste, pembaca, dan penulis. Informasi tentang penulis memiliki peranan penting dalam kegiatan kajian dan apresiasi sastra. Ini dikarenakan karya sastra pada hakikatnya adalah tuangan pengalaman penulis.

Pendekatan ekspresif yang mirip dengan pendekatan psikologi. Adanya emosi, perasaan, batin, khayalan pengarang yang dipuaskan. Namun pendekatan ekspresif lebih mengarahkan pada sesuatu yang bisa saja dilihat secara nyata oleh pengarang kemudian berhasil memenangkan perasaan lembut pengarang sehingga pengarang tertarik untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan fiksi yang disebut karya sastra.

Novel Atheis menjadi salah satu novel terpenting dan bersejarah bagi sastra di Indonesia. Novel ini kemudian diadopsi menjadi sebuah film (1974) yang di Sutradarai oleh Sjumadjaja dan dibintangi oleh Christine Hakim dan Deddy Sutomo. Novel ini ditulis oleh Achidat Kartamiharja lahir pada 6 Maret 1911 di Garut, Jawa Barat. Beliau mengawali karirnya sebagai Jurnalis pada tahun 1949. Pada 1950, beliau membantu mendirikan Lekra (Organisasi Penulis Indonesia) yang berhubungan erat dengan PKI (Partai Komunis Indonesia). Achidat menyangkal sekali bahwa dia sendiri adalah seorang Atheis. Melainkan ia adalah anggota sosialis Indonesia dan berteman baik dengan Presiden Sukarno. Namun pertemanan mereka tidak boleh dalam hal ideologi.

Setelah mengenal pengarang, kita dapat menganalisis beberapa makna dengan pendekatan ekspresif dari beberapa kutipan berikut:

Data 1:
Bukan saja karena terlalu tercengang oleh ucapan Rusli yang tak kusangka sangka itu, melainkan juga oleh karena aku mesti menahan amarahku. Sesak rasa dadaku, serasa dibakar dalamnya tiada hawa. Gila dial Kafir dial Murtad di pikirku. Hampir-hampir keluar kata-kata pikiran itu. Marah benar aku dalam hati, beberapa jurus aku memberengut saja. Tanganku kaku menggeserkan tempat abu.....(Atheis: 68- 69)

Analisis data 1:
Dari kutipan 1 di atas tokoh yang terlibat adalah Hasan dan Rusli. Perwujudan ekspresif yang di gambarkan oleh pengarang melalui bentuk sikap yaitu tercengang. Setelah pengarang berhasil mendorong emosi dan ego yang harus di lepaskan tokoh tokoh Hasan yang dipengaruhi tokoh lainnya. Pengarang beranggapan secara nyata bahwa pemikiran-pemikiran Rusli telah berhasil menggugah perasaan tokoh Hasan sehingga munculkan sikap yang hampir tidak wajar saja terjadi jika emosi tidak terkendali. Hal yang berhubungan dengan keyakinan merupakan hal sangat sakral di mana hal tersebut merujuk pada sesuatu hal yang memiliki banyak sebutan untuk mewakili hal tersebut. Sebut saja Tuhan (Sang Pencipta) mewakili sebutan umum untuk sesuatu yang disembah. Setiap keyakinan pasti berbeda-beda bukan? Semua itu tergantung iman yaitu kepercayaan/keyakinan.    Hasan berkeyakinan bahwa Tuhan itu ada, bertabrakan dengan Rusli dengan tidak berkeyakinan. Perbedaan sudut pandang yang berbeda, guna untuk memahami ikatan yang kuat antara hamba dan Tuhannya dengan jembatannya adalah keyakinan. Hasan yang memiliki kekuatan iman yang kuat sejak kecil tidak menyetujui pemikiran Rusli yang berwawasan luas. Di sinilah emosi berperan aktif, semakin ada camukan dan luapan perasaan yang ingin puaskan dalam bentuk tindakan seperti kemarahan, ketidaksetujuan, ucapan, dan lain sebagainya.

Data 2:
Dalam aku bersujud, terbayang-bayanglah wajah Rusli, yang dibalik keramahannya itu sebetulnya ada celaan yang terasa sekali olehku, seakan-akan matanya yang tajam menaruh itu melihat sampai ke dasar hatiku. Celaan inilah yang sangat mengganggu hatiku, celaan yang mungkin hanya ada dalam perasaan dan khayalku belaka. Tapi ah, apa bedanya? Yang penting ialah terasa atau tidaknya olehku sendiri hidup. (Atheis: 77)

Analisis data 2:
Dari kutipan 2 ini pengarang mengekspresikan perasaannya dalam bentuk perbuatan yang telah terjadi. Bagaimana tidak, secara nyata tampak bahwa adanya keterkaitan hubungan antara tokoh satu dan tokoh lainnya sangat erat yaitu persahabatan antara Hasan dan Rusli. Namun ucapan-ucapan Rusli yang bijak mampu menarik emosi Hasan sampai membekas dihati dan pikiran Hasan. Bukti bahwa agama adalah spiritual nyata kehidupan yang berpengaruh besar dalam kehidupan. Semua itu tergantung pada kekuatan iman yang diteguhkan pada diri seseorang, bisa saja mereka yang imannya kuat namun sering kali lupa diri dan goyah jika terbawa emosi dan perasaan. Berlainan pula dengan mereka yang imannya biasa-biasa saja namun mampu menguatkan diri sendiri untuk berpegang teguh jika dihadapkan pada situasi atau kondisi tertentu. Hasan termasuk dalam tokoh yang memiliki kekuatan iman tetapi justru bisa berbalik arah karena runtuhnya keyakinan, akibat dari pembawaan perasaan.

Data 3:
Aku tidak bisa lanjut. Hatiku berdegup tak keruan. Malukah aku, atau menyesal atau malah cemas, karena aku sudah beradu kulit dengan seorang perempuan yang bukan muhrim? Entahlah, belum pernah hatiku berdegup demikian. Belum pernah aku merasa dihinggapi perasaan yang demikian dengan sehebat itu. Memang hebat benar pengaruh-pengaruh yang bekerja atas diriku pada malam itu: kesunyian malam, harum bedak dan minyak wangi dan selanjutnya masih terasa benar di ujung jari-jari dan telapak kedua belah tanganku keempukan buah dada Kartini, ketika dia hendak jatuh telentang ke dalam pelukanku. Tapi tiba-tiba membayanglah wajah ayah di muka mata hatiku. Tajam matanya mencela aku. Maka dengan tak insaf kuusaplah muka seraya berbisik dalam hati: astagfirullah aladzim. Kami berjalan terus dengan tak mengucap. (Atheis :86 )

Analisis data 3:
Dari kutipan 3 di atas tokoh yang terlibat adalah Hasan dan Kartini. Hasan merasakan sesuatu yang terjadi tanpa sengaja dan datang secara tiba-tiba. Perasaan Hasan tidak karuan saat bagian dari tubuh Kartini mampu membuat imannya hampir goyah. Cinta datang tidak mengenal situasi dan kondisi. Dari kutipan ini, bentuk cinta yang dimaksudkan adalah bentuk cinta antar manusia. Cinta adalah wujud nyata dari kehidupan, berupa perasaan dan emosi tergugah kemudian diimplementasikan dalam bentuk pengorbanan dan kasih cinta. Dalam cinta selalu ada yang namanya pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang dicintai. Hal ini tertuju pada perasaan yang memiliki magnet untuk mendekatkan keduanya. Di dalam cinta tidak hanya sekedar ucapan semata melainkan adanya sebuah tindakan yang mengekspresikan diri seseorang. Dijelaskan bahwa Hasan yang mulai mencintai Kartini tidak menghiraukan didikan yang sudah berikan oleh ayahnya sejak kecil. Tanpa sadar cinta telah membuatnya buta akan kebenaran, sehingga ia tak memikirkan hal yang lainnya. Itu merupakan bentuk pengorbanan cinta Hasan kepada Kartini.

Data 4:
"Jadi kau tidak mencintai dia Tin?" Suaraku harap-harap cemas. Harap-harap cemas seperti seorang pengarang muda menunggu putusan redaksi. Kartini tidak menjawab. la hanya menatap lurus ke dalam wajahku dengan sinar mata yang mesra. Seolah-olah berkata hatinya: Mengapa belum juga mengerti engkau?! Maka berdegap deguplah lagi hatiku seperti tadi. Makin lama, makin keras ... dan dengan tidak terinsyafi lagi olehku, maka badan yang lampai itu tiba-tiba kurentakkan, sehingga jatuhlah ke dalam pelukanku. Bibir sama bibir bertemu dalam kecupan yang mesra. Dan melekat panas dalam pelukan yang erat. "Lindungilah daku," bisiknya, meletakkan kepalanya di atas dadaku. (Atheis: 131-132).

Analisis data 4:
Dari kutipan 4 tokoh yang terlibat adalah Hasan dan Kartini. Cinta adalah ekspresi dalam diri seseorang. Di dalam cinta terkandung kasih sayang, pengorbanan, kesetiaan, dan lain-lain. Selain kecintaan seseorang terhadap Tuhannya, seorang hamba juga bisa mencintai hamba yang ciptakannnya. Cinta tidak harus dikatakan cinta, tapi bisa dipahami lewat sikap seseorang yang menandakan bahwa dia sedang mencintai. Dari kutipan ini berupa tanda tanya (?). Ada seseorang yang menanyakan apakah sebenarnya Kartini mencintai Hasan?. Tapi, Kartini tidak mampu menjawabnya. Lagi-lagi mengekspresikan emosi dari bentuk cinta tersebut terlihat dari perbuatan yang mengarah pada hal tersebut. Bagaimana sikapnya ketika mencintai seseorang, bagaimana cara ia menunjukkan sebagai simbolis cinta. Ada perasaan, batin, rohani, dan jasmani yang bersetubuh bersama erat dalam bingkai kata yang disebut dengan Cinta.

Data 5:
... manusia tidak membutuhkan dewa-dewa yang banyak jumlahnya, seperti dewa api, dewa kawah, dewa hujan, dewa gunung, dewa laut dan sebagainya. Cukuplah dengan satu saja, yaitu yang disebutnya Tuhan, Yahwe, atau Allah. Timbullah agama yang mengandung kepercayaan kepada adanya hanya satu Tuhan Padahal Tuhan itu— baik namanya Allah, God atau Yah we— untuk masing-masing manusia berlain-lainan rupanya dan sifat-sifatnya. Itu bergantung semata-mata kepada pikiran dan khayal masing-masing." Masih terasa olehku, bahwa hatiku memberontak terhadap uraian Rusli itu. Malah entahlah apa yang akan terjadi tadi, kalau Rusli tidak lekas berkata begini. dengan halus dan ramah sekali, "Tentu saja Saudara Hasan tidak akari membenarkan pendapat saya itu. Itu saya dapat mengerti dan hargai, dari memang tak usah Saudara. (Atheis: 77)

Analisis data 5: 
Dari kutipan di atas jelas sekali bahwa setiap manusia dan Tuhannya pasti memiliki ikatan batin yang kuat. Terlepas dari bagaimana menyakininya. Kutipan di atas mengekspresikan betapa kuatnya kepercayaan Hasan kepada Tuhannya yang disebut Allah. Manusia tidak perlu memiliki banyak tuhan seperti dewa-dewa (patung yang disembah oleh agama Hindu) melainkan hanya ada satu hal mengapa ia disebut dengan nama Tuhan. Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu satu, tidak berbilang, tidak beranak, dan tidak pula diperanakkan. Allah bersifat Tunggal, berdiri sendiri tanpa bantuan makhluknya. Tapi kembali, bagaimana seseorang dilahirkan dan hidup di lingkungan yang mendidiknya. Namun, setidaknya ada sifat menghargai yang ditanamkan pada diri seseorang yang mengatasnamakan Tuhan (sebutan umum untuk sesuatu yang disembah). Rusli yang tidak berkeyakinan tidak meminta Hasan untuk membenarkan pendapatnya yang tidak percaya adanya Tuhan, namun perlu adanya sikap toleransi di antaranya.

Novel Atheis memaparkan bagaimana cinta dan agama, ada tarikan yang bisa mengekspresikan perasaan pengarang secara realistis. Maka novel ini bisa di kaji dengan pendekatan ekspresif karena di rasa sangat cocok. Pengarang mampu berekspresi dengan diri sendiri, berteman dengan perasaan, imajinasi, dan lautan emosi yang utuh tanpa meninggalkan kesan bahwa itu seolah-olah hanya permainan imajinasi semata. Tetapi, pola dari suatu peristiwa yang menjadi perbincangan    yang dipermasalahkan untuk melepaskannya dengan mewakilkan itu semua dalam bentuk romansa cinta dan religius tokoh.


Maryatul Kuptiah, mahasiswa aktif jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas. Hobi menulis puisi, puisi dan cerpen. Saat ini sedang bergiat di Labor Kepenulisan Kreatif FIB Unand. Telah menerbitkan sebuah novel yang berjudul "serapuh ranting patah". 
@xo.iaa_