Manjali dan Cakrabirawa: Antara Fiksi dan Sejarah Indonesia

06/01/2025

 

Tapi sesuatu tetap bergaung di kepalanya. Ia bersumpah akan bertanya kepada orang tuanya, dari mana namanya berasal. Manjali. - Ayu Utami dalam Novel ‘Manjali dan Cakrabirawa’.

 

Judul dalam sebuah karya sastra menjadi sesuatu yang penting. Bagaimana nantinya judul akan menjadi pemikat bagi para pembaca. Sastrawan pastilah akan membuat karyanya menjadi sesuatu yang unik dan juga akan mudah dikenal dan diingat oleh pembacanya, semua dapat dimulai dengan judul yang menarik. Judul yang menarik tentunya dapat membuat pembaca menjadi penasaran dan mencari tahu lebih dalam sebuah karya. Pembaca pastilah memiliki beberapa pertimbangan sebelum membaca sebuah karya, salah satunya dengan melihat dari judulnya apakah cukup menarik untuk dibaca atau tidak menarik sama sekali. Dalam suatu karya sastra biasanya judul juga mencerminkan elemen-elemen yang ingin ditonjolkan oleh seorang sastrawan dalam karyanya. Judul sering kali memiliki makna yang berkaitan erat dengan jalan cerita.

Begitu pula dengan salah satu novel karya Ayu Utami yang berjudul Manjali dan Cakrabirawa. Judul Manjali dan Cakrabirawa karya Ayu Utami memiliki kaitan yang mendalam dengan sejarah Indonesia. Dalam novel ini, Ayu Utami tidak hanya menceritakan kisah fiksi yang menarik, tetapi juga menyelipkan sedikit sejarah lampau dari Indonesia, yang diselipkan pada judul novelnya. 

Dalam analisis menggunakan teori strukturalisme Robert Stanton, unsur fiksi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu fakta cerita, sarana sastra dan tema. Menurut Stanton fakta cerita terdiri dari alur, karakter, dan latar. Tema, serta sarana sastra yang mencakup 3 hal, yaitu judul, sudut pandang, dan gaya bahasa.

Novel ini menceritakan bagaimana perjalanan Marja, Parang Jati bersama Jacques, seorang arkeolog dari Prancis mengunjungi dan meneliti sebuah candi yang baru ditemukan di kaki gunung Lawu, perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Candi yang baru ditemukan itu diberikan nama Candi Calwanarang berdasarkan nama dari Calwanarang, seorang ratu teluh yang ada pada zaman Kerajaan Kahuripan yang dipimpin oleh Airlangga. Di tengah perjalanan mereka meneliti candi yang baru ditemukan tersebut perasaan Marja terhadap Parang Jati pun mulai berubah. Marja tidak lagi memandang Parang Jati sebagai sahabat tapi ia mulai jatuh hati kepada Parang Jati.

Unsur pertama dalam teori ini adalah fakta cerita yang terbagi atas alur, karakter dan latar. Novel ini menggunakan alur linear, di mana diceritakan bagaimana perjalanan Marja dan juga Parang Jati bersama Jacques, arkeolog dari Prancis untuk mengunjungi dan meneliti sebuah candi yang baru ditemukan di kaki gunung Lawu, perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Menceritakan bagaimana perasaan Marja yang terbawa suasana, berakhir  menyebabkan ia memiliki perasaan yang tidak seharusnya kepada sahabatnya Parang Jati, padahal ia telah memiliki kekasih yaitu Yuda yang juga merupakan sahabat dari mereka. Yuda tidak dapat membersamai keduanya karena sedang di Bandung, berlatih bersama militer sebagai partner latihan panjat tebing dari pihak sipil profesional. Yuda menyembunyikan hal tersebut karena Parang Jati tidak menyukai hal-hal yang bersangkutan dengan pihak militer.

Tokoh Marja memiliki karakter yang mudah terbawa suasana, serta emosional. Hal inilah yang nantinya dapat membuat Marja mengkhianati kekasihnya, Yuda. Meskipun pada akhir cerita digambarkan Marja sadar, bahwa ia harus terus mempertahankan komitmennya dengan Yuda. Hubungannya dengan Parang Jati dan Yuda harus kembali lagi seperti semula, hanya sebagai sahabat. Tokoh Parang Jati memiliki karakter yang sabar, pintar, ia juga diceritakan sebagai sosok yang menghormati perempuan. Sedangkan Yuda digambarkan sebagai sosok yang bebas dan juga terbuka. Karakter yang bertolak belakang antara Yuda dan juga Parang Jati yang membuat Marja merasa nyaman dengan Parang Jati karena ia tidak menemukan sifat-sifat Parang Jati pada Yuda. Terdapat juga karakter ahli arkeolog asal Perancis yaitu Jacques yang blak-blakan serta dapat membaca situasi dengan cepat. Awal mula Marja menyadari perasaannya yang berbeda kepada Parang Jati dengan kehadiran Jacques yang membuat semuanya menjadi jelas. Ada tokoh Musa Wanara yang digambarkan sebagai tokoh yang percaya pada hal-hal mistis. Ia digambarkan sebagai seseorang yang haus akan ilmu mistis.  

Latar waktu tidak dijelaskan dengan spesifik dalam novel ini, hanya dijelaskan bahwa cerita ini berkisar tujuh hari di tahun 1996. Latar tempat novel ini berada di gunung Lawu berbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, Jakarta, Bandung, Stasiun kecil (di selatan Jawa Tengah), Padepokan Suhubudi, Kaki Gunung Lawu, Kaki Gunung Burangrang, Kampus ITB, Gunung Penanggungan, dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat. Latar sosialnya, masyarakat yang tinggal di sekitar candi yang baru ditemukan itu  masih terikat pada tradisi dan kepercayaan lokal. Terlihat dalam cuplikan novel. 
“Banaspati juga memakan darah haid, dan perempuan yang haidnya dijilat banaspati akan mengalami kesurupan. Karena itulah anakku, wanita di desa ini mencuci pembalutnya bersih-bersih sekalipun hanya untuk dibuang ke tempat sampah.”

Marja menjadi pusat dari cerita. Ia memiliki konflik batin apakah akan memilih antara perasaan sesaatnya kepada Parang Jati atau kesetiaannya terhadap pacarnya Sandi Yuda. Selain berfokus pada cinta segitiga tokoh utama, novel ini juga diselipkan sejarah-sejarah lampau Indonesia, contohnya peristiwa G30S PKI. 

Nama "Manjali" merujuk pada nama tokoh utama, Marja Manjali, yang memiliki hubungan simbolis dengan Ratna Manjali, putri dari Calwanarang, seorang dukun teluh terkenal di masa kerajaan Airlangga. Nama ini menciptakan hubungan antara karakter modern dengan mitos dan sejarah Indonesia, menggarisbawahi pencarian identitas dan konflik batin yang dialami Marja. Dan “Cakrabirawa” merepresentasikan kepercayaan mistis dan historis yang ada dalam novel, serta sebagai simbol dari kekuatan dan pengaruh yang ada dalam kehidupan mereka. Ketiga ada ironi. Bentuk ironi yang terlihat dalam novel menjalin dan cakrabirawa ini terlihat dalam hubungan antara karakter Marja Sandi Yudha dan juga Parang jati yang terjebak dalam cinta segitiga, Marja yang kebingungan dengan perasaannya. di satu sisi ia mencintai Yuda namun di sisi lain ia juga tertarik kepada parang Jati.

Melalui judul Manjali dan Cakrabirawa, Ayu Utami berhasil mengaitkan cerita fiksi dengan selipan sejarah Indonesia yang memperkaya pengetahuan pembaca. Pembaca tidak hanya disajikan cerita yang unik, tapi juga mendapatkan pengetahuan baru mengenai sedikit detail sejarah yang telah lampau. Manjali atau Marja Manjali yang melekat dengan karakter Ratna Manjali anak dari Calwanarang, menjadi perantara untuk mengetahui makna Cakrabirawa, pasukan pengaman Presiden pada zamannya yang mengagungkan mantra Bhairawa Cakra milik Calwanarang sehingga nama pasukan khusus itu bernama pasukan Cakrabirawa. Yang sukses membuat pembaca bertanya-tanya apakah makna dari judul novel. Dengan teori strukturalisme Stanton, dapat diketahui keterkaitan dari judul dengan jalan cerita novel ini.

 

Ghina Rufa'uda, Mahasiswi aktif Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas. @ghinarufaudagazali