Pencemaran sungai di Indonesia telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, hingga mengancam perairan dan kesehatan manusia. Peningkatan aktivitas industri, pertanian, dan rumah tangga termasuk dalam faktor penyebab meningkatnya limbah yang dibuang ke dalam sungai tanpa pengolahan yang memadai. Dampak yang diakibatkan sangat beragam, termasuk kerusakan ekosistem air, penurunan kualitas air bersih, dan meningkatnya risiko penyakit bagi masyarakat yang menggunakan sungai sebagai sumber air.
Sungai-sungai yang sebelumnya menjadi sumber air bersih dan habitat bagi berbagai spesies, kini terancam oleh limbah berbahaya yang dibuang secara tidak bertanggung jawab oleh oknum masyarakat. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sekitar 59,05% sungai di Indonesia mengalami tingkat pencemaran yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Hanya sekitar 5,35% saja sungai di Indonesia yang dinyatakan memenuhi syarat baku mutu air sungai, sementara sisanya termasuk dalam sungai tercemar ringan 8,87% dan tercemar sedang 26,61%. Untuk mengetahui apakah sungai telah mengalami pencemaran atau tidak itu bisa ditinjau melalui Baku Mutu Air Kelas II dalam lampiran PP No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pembuangan limbah industri berupa bahan kimia beracun dan logam berat yang sering kali dibuang langsung ke sungai tanpa melalui proses pengolahan dapat mengakibatkan pencemaran terhadap sungai. Selain itu, aktivitas pertanian yang tidak berkelanjutan juga menyumbang terhadap pencemaran sungai.
Kebiasaan masyarakat yang membuang limbah domestik rumah tangga seperti tinja dan langsung ke dalam sungai juga menjadi salah satu faktor penyebab dari pencemaran sungai. Sampah yang dibuang begitu saja ke dalam sungai adalah bukti nyata bahwa banyak masyarakat yang tidak memiliki kesadaran lingkungan yang baik.
Sungai yang tercemar di Indonesia sangatlah banyak, mulai dari sungai kecil sampai sungai yang lebar dan panjang. Sungai Ciwalen dan Sungai Cigulampeng di Kabupaten garut termasuk dalam sungai yang mengalami pencemaran akibat dari pembuangan limbah industri penyamakan kulit yang tidak melewati proses pengolahan. Sementara untuk sungai yang terkenal mengalami pencemaran di Indonesia adalah Sungai Citarum, di mana sungai ini menampung berbagai jenis limbah, mulai dari limbah industri sampai limbah domestik seperti tinja dan dijadikan juga sebagai tempat pembuangan sampah oleh masyarakat sekitar.
Dampak dari pencemaran sungai ini sangatlah serius. Ekosistem sungai dapat mengalami kerusakan seperti, kehilangan keanekaragaman hayati, di mana hilangnya spesies ikan yang dapat hidup di sungai dan perubahan warna, bau, serta rasa air sungai adalah akibat yang paling terlihat. Selain itu, kualitas air bersih juga akan sangat terpengaruh, karena air sungai menjadi tidak lagi layak untuk dikonsumsi atau digunakan untuk keperluan lainnya.
Tidak hanya itu, dampak pencemaran sungai dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat yang bergantung pada sungai sebagai sumber air. Masyarakat yang menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari, seperti minum, mencuci, mandi, dan memasak, akan berisiko tinggi terkena penyakit akibat paparan zat berbahaya dalam air. Penyakit seperti diare, kolera, dan hepatitis akan menjadi lebih sering terjadi di wilayah yang terdampak pencemaran sungai.
Pemerintah Indonesia diharapkan segera mengambil langkah-langkah yang konkret untuk mengatasi masalah pencemaran sungai ini. Pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran perlu ditingkatkan, sementara pengelolaan limbah industri dan pertanian harus lebih berkelanjutan. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan sungai juga menjadi kunci dalam upaya menjaga lingkungan air yang sehat bagi generasi mendatang.
Referensi
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Muttaqien, M. R., 2018. Dampak Sentra Industri Kulit Sukaregang Terhadap Kondisi Ekonomi Dan Lingkungan Masyarakat Kawasan Sukaregang. Skripsi ed. Malang: Universitas Brawijaya.
KLHK, Status Lingkungan Hidup Indonesia.
Fahritsani, H. and Setiano, H. 2019. Faktor Determinan Yang Berpengaruh Terhadap Pencemaran Sungai Musi Kota Palembang. Media Komunikas Geografi, 20(2), pp. 186-198.
Nada Everesti Zahirrah, Mahasiswi aktif program studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Jenderal Soedirman. Instagram @zahirrah_