Film-film yang menyuguhkan pertemuan antara manusia dengan hewan prasejarah di masa modern selalu mencuri perhatian lebih bagi para penikmat film. Hewan-hewan prasejarah yang pada jutaan tahun lalu terbukti sempat menghuni sebagian besar wilayah daratan maupun lautan di bumi dan hewan-hewan yang sampai saat ini belum terbukti keberadaannya namun diyakini oleh sekelompok masyarakat tertentu terkait dengan keyakinan kebudayaan (mitologi) coba dikontruksi ulang melalui film dengan teknologi video dan animasi yang canggih. Paling melekat tentu saja film seri Jurasssic Park yang pertama kali tayang pada tahun 1993 yang mencoba mensimulasikan bagaimana seandainya koloni Dinosaurus yang sebagian di antaranya memiliki ukuran tubuh besar masih eksis di sebuah pedalaman hutan yang belum terjamah manusia. Film Jurrasic Park sendiri menjadi film trilogi dengan dua film selanjutnya yang tayang pada tahun 1997 dan 2001 sebelum akhirnya memiliki empat film terbaru dengan judul Jurassic World (2015), Jurassic World: Fallen Kingdom (2018), Battle at Big Rock (2019), dan terakhir Jurassic World Dominion (2022). Adapun juga film-film yang menampilkan hewan mitologi tak akan sulit kita temukan, seperti film Pam’s Labyrinth (2006), The Wolfman (2010), dan film Kong: Skull Island (2017).
Menjadi sesuatu yang menyenangkan ketika penyaksi film disuguhkan sebuah alternatif pengalaman untuk membayangkan bagaimana seandainya hewan-hewan prasejarah ataupun hewan mitologi tersebut benar-benar masih bertahan di dunia modern melalui penggambaran visual yang konkret. Namun, dalam pengembangan cerita di film, alih-alih mencoba menatap dunia yang baru dengan kehadiran hewan-hewan prasejarah tersebut, manusia selalu memiliki kepentingan untuk mengeruk sumber daya dari sebuah fenomena anyar dan menimbulkan keonaran dengan tujuan kekayaan maupun kekuasaan.
Ketamakan manusia itu setidaknya tercermin dalam Film terbaru yang dibintangi oleh Jason Statham berjudul Meg 2: The Trench. Film yang berdurasi 1 jam 56 menit itu adalah sekuel dari film berjudul The Meg yang tayang pada tahun 2018. Hubungan kedua filmnya terletak pada kehadiran spesies Hiu Prasejarah yang dikenal dengan sebutan Megalodon. Menurut penelitian, Megalodon memang pernah menghuni lautan di bumi sekitar 23 hingga 2,6 juta tahun yang lalu. Masa-masa itu adalah periode Miosen awal hingga Pliosen akhir. Para peneliti sejak lama telah bersepakat bahwa hiu jenis ini telah lama punah dan tak menyisakan kemungkinan bagi mereka mampu beradaptasi dengan kondisi dan tekanan lingkungan sekalipun banyak wilayah dan kedalaman lautan yang belum terjamah oleh teknologi manusia.
Dalam film Meg 2: The Trench yang sebagian alur ceritanya masih berkaitan langsung dengan film pertama, diceritakan bahwa tokoh utama Jonas yang diperankan oleh Jason Statham, bersama timnya terpaksa harus kembali menyusuri kedalaman lautan menggunakan teknologi canggih yang mampu mengekplorasi laut hingga kedalaman 25.000 kaki. Nahasnya, titik terjauh yang berhasil mereka injak itu bukanlah titik terdalam dari lautan, melainkan hanya menjadi semacam gerbang bagi ekosistem laut dalam yang sama sekali tak mereka tahu dan tempat di mana koloni Megalodon serta hewan-hewan prasejarah lain hidup yang jauh lebih dingin dan gelap. Ekosistem itu sudah tak dihangati oleh Ventilasi termal dan tertutup dari dunia di atasnya oleh termoklin selama jutaan tahun, menjadikannya mirip seperti dasar permukaan laut yang berpasir.
Kembali pada argumen sebelumnya, alih-alih mencoba menatap dunia yang baru dengan kehadiran hewan-hewan prasejarah tersebut, manusia selalu memiliki kepentingan untuk mengeruk sumber daya dari sebuah fenomena anyar dan menimbulkan keonaran dengan tujuan kekayaan maupun kekuasaan. Sebuah Tambang ilegal yang beroperasi secara rahasia ternyata sudah berdiri di wilayah ekosistem tersebut, mendahului perjalanan pertama Jonas dan timnya menuju tempat itu. Singkatnya, kehadiran tambang itulah yang menjadi pemicu terbukanya gerbang rahasia hewan-hewan prasejarah yang menghuni kedalamannya, membuat mereka secara agresif menuju dunia luar, dunia permukaan di mana orang-orang menganggap mereka hanyalah mitos belaka.
Sisi menarik dari film ini, di luar dari pakem kelogisan yang harus saya akui begitu konyol dan mengada-ada –di mana manusia bisa bertahan dari tekanan air yang begitu besar di bawah laut dalam dengan menggunakan trik bodoh yang tidak bisa dibuktikan secara sains – lagi-lagi adalah tentang ketamakan dan terkikisnya rasa percaya satu sama lain pada manusia di masa modern. Pengkhianatan, ekploitasi sumber daya, perusakan lingkungan, dan sederet hal buruk lainnya yang diawali oleh kejahatan manusia. Manusia, yang dalam hal ini sebagai pelaku utama, tak pernah belajar dari sejarah bagaimana kerugian dan dampak yang didapat ketika berhadapan dengan sebuah entitas atau teknologi mutakhir yang menciptakan perang. Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2 adalah tentang perebutan sumber daya dan penciptaan teknologi senjata pemusnah massal. Lantas, pernah terbayangkah sebelumnya, jika manusia harus berperang dengan koloni hewan prasejarah?
Agus Salim Maolana