Bernadya, seorang musisi cantik Indonesia yang lahir pada ranah musik pop, telah berhasil mencuri perhatian dengan lagu-lagu melankolisnya yang penuh perasaan. Salah satu lagu yang menjadi simbol patah hati juga kerinduan dari Gen Z & Milenial saat ini, Satu Bulan, menampilkan refleksi emosional yang mendalam mengenai patah hati setelah hubungan asmara yang kandas.
Kalau kita sedikit saja suka membuka sosial media, maka Bernadya dengan segala karya musiknya sering muncul. Terutama di platform Spotify dan TikTok, dengan jutaan pendengar meresapi setiap nadanya, hingga menimbulkan gerakan WIB (Waktu Indonesia Bernadya). Bernadya membawa perspektif patah hati yang unik, di mana emosi yang kompleks dibalut dalam metafora subtil dan irama musik yang minimalis, merepresentasikan gaya khas musik pop Indonesia saat ini.
Di sisi lain, Adele, penyanyi dan penulis lagu asal Inggris, telah lama dikenal sebagai diva balada patah hati di ranah musik internasional. Salah satu lagunya yang paling populer, Someone Like You, merupakan lagu ikonik yang mengekspresikan duka mendalam setelah putus cinta.
Dirilis pada tahun 2011, lagu ini langsung mendapatkan pujian dari kritikus musik serta berhasil mencapai puncak tangga lagu di seluruh dunia. Dengan aransemen piano yang kuat dan lirik yang sangat personal, Someone Like You menjadi lambang universal bagi perasaan kehilangan dan kerinduan. Meski kebanyakan Gen Z & Milenial mungkin tidak begitu dekat dengan Adele, karena faktor zaman, namun dengan nama besarnya, karya-karya Adele tetap dan akan selalu relevan dengan berbagai era generasi.
Meski berasal dari dua latar belakang budaya yang berbeda, Satu Bulan dan Someone Like You memiliki tema yang serupa: keduanya menggambarkan perjalanan emosional seseorang yang mengalami patah hati. Namun, bagaimana perbedaan budaya dan gaya naratif mempengaruhi ekspresi emosi dalam kedua lagu ini?
Perbedaan Latar Budaya dan Pengaruh Terhadap Ekspresi Patah Hati
Salah satu aspek terpenting untuk membandingkan kedua lagu ini adalah memahami latar budaya di mana keduanya lahir.
Adele mencerminkan budaya Barat yang cenderung lebih terbuka dalam mengungkapkan emosi, termasuk saat mengalami patah hati. Dalam Someone Like You, Adele tidak segan-segan menunjukkan emosi intensnya—rasa kehilangan yang mendalam, bahkan diiringi harapan untuk kebahagiaan mantan kekasihnya. Di Barat, ekspresi emosional seperti ini dianggap wajar dan bahkan penting sebagai bentuk katarsis (pelepasan emosi).
Sebaliknya, Bernadya dalam Satu Bulan datang dari konteks budaya Indonesia yang lebih kolektif dan sering kali menahan diri dalam hal ekspresi emosi. Patah hati dalam konteks ini lebih sering digambarkan sebagai pengalaman pribadi yang penuh perenungan, dan bukan sebagai hal yang harus dipertontonkan secara terbuka.
Melalui lirik dan melodi Satu Bulan yang tersedu-sedu melalui lirih suara, Bernadya kuat dalam penggunaan metafora yang halus, yang digunakannya untuk merepresentasikan duka setelah putus cinta. Penggunaan bahasa yang lebih lembut dan mengambang telah menunjukkan bagaimana budaya Indonesia memandang kesedihan sebagai hal yang harus diterima dengan sabar dan penuh introspeksi.
Kedua latar budaya ini menciptakan kontras yang menarik dalam hal bagaimana patah hati disampaikan dalam lagu. Ini memberikan ruang bagi kajian perbandingan untuk mengeksplorasi bagaimana nilai-nilai budaya tersebut tercermin dalam seni musik. Kajian-kajian antropologi menunjukkan bahwa budaya kolektif cenderung menahan ekspresi emosi negatif (Markus & Kitayama, 1991), sementara budaya individualistis lebih mendorong keterbukaan dalam berekspresi.
Ekspresi Langsung dan Tersirat
Gaya naratif dalam lirik kedua lagu ini memperlihatkan perbedaan besar dalam cara menyampaikan pesan emosional. Adele dalam Someone Like You memilih pendekatan yang sangat personal dan langsung.
Lirik seperti “Never mind, I’ll find someone like you” dengan gamblang mengungkapkan harapan dan kehilangan yang mendalam. Adele berbicara seolah-olah langsung kepada mantan kekasihnya, membuat pendengar merasakan kesedihan yang begitu nyata dan mentah.
Lalu, dalam lirik Satu Bulan milik Bernadya , emosi tersebut diekspresikan secara lebih tersirat melalui simbolisme waktu, misalnya saja dengan frasa judulnya, “Satu Bulan,” yang menggambarkan durasi pasca putus cinta, namun tidak pernah secara eksplisit menyebutkan rasa sakit yang dirasakan.
Pendekatan Bernadya lebih reflektif dan memberikan ruang bagi pendengar untuk menafsirkan emosi yang dialami. Metafora seperti ini sesuai dengan pendekatan musik pop Indonesia yang lebih subtil dalam mengekspresikan emosi.
Menurut teori naratif, cara menyampaikan sebuah cerita atau perasaan memiliki dampak yang besar terhadap bagaimana audiens memproses emosi tersebut.
Lirik Adele yang eksplisit memungkinkan audiens untuk terhubung secara emosional dengan lebih cepat, sementara Bernadya memberikan pengalaman yang lebih kontemplatif, di mana audiens harus menggali makna di balik metafora untuk tujuan penyesuaian akan interpretasi dengan kondisi emosional masing-masing pendengar.
Pengaruh Emosional Terhadap Pendengar
Struktur musik dalam kedua lagu juga memberikan efek emosional yang berbeda pada pendengar. Someone Like You memiliki aransemen piano yang sangat menonjol, dengan perubahan dinamika yang dramatis.
Hits Adele itu dibangun di atas crescendo (peningkatan intensitas) yang memungkinkan pendengar merasakan eskalasi emosi yang semakin kuat seiring berjalannya lagu. Piano yang dimainkan dengan tempo lambat dan vokal Adele yang sangat ekspresif memberikan kesan duka yang begitu mendalam.
Sebaliknya, Satu Bulan memiliki aransemen yang lebih minimalis. Dengan fokus pada melodi gitar akustik dan irama yang lebih pelan, Bernadya menghadirkan suasana yang lebih intim dan introspektif. Tidak ada perubahan intensitas yang signifikan, yang membuat pendengar terjebak dalam atmosfer reflektif yang konstan.
Musik minimalis seperti ini cenderung memberikan pengalaman mendalam yang berbeda, di mana pendengar diajak untuk merenungkan emosi daripada dibawa dalam lonjakan emosi. Dan musik seperti ini yang biasa digandrungi muda-mudi untuk merayakan kegalauan mereka.
Pengaruh Media Sosial dan Umpan Balik
Keberadaan media sosial seperti TikTok dan Instagram telah mengubah cara lagu-lagu patah hati dikonsumsi oleh audiens modern.
Adele, yang merilis Someone Like You pada tahun 2011, mendominasi tangga lagu tradisional seperti radio dan televisi. Lagu ini berhasil menjangkau audiens global melalui media konvensional, dengan video musik yang ikonik serta penampilan panggung yang memukau.
Namun, generasi yang mendengarkan lagu tersebut adalah audiens yang lebih pasif dibandingkan dengan audiens musik digital saat ini.
Sementara itu, Bernadya dengan Satu Bulan-nya mengalami popularitas di era di mana platform seperti TikTok memungkinkan pendengar untuk berpartisipasi secara aktif dalam mempromosikan lagu tersebut.
Pendengar tidak hanya mendengarkan lagu, tetapi juga membuat konten kreatif berdasarkan lagu tersebut, seperti video pendek yang menampilkan interpretasi pribadi mereka terhadap lirik atau musik.
Tentu saja hal tersebut menciptakan hubungan yang lebih interaktif antara pendengar dan karya musik, di mana pendengar menjadi bagian dari penyebaran budaya populer itu sendiri.
Fenomena ini telah dijelaskan dalam penelitian tentang partisipasi aktif audiens dalam media sosial, di mana generasi digital tidak lagi hanya menjadi konsumen pasif tetapi juga produsen konten.
Hubungan Lirik dengan Psikologi Audiens
Salah satu hal menarik dalam membahas perbedaan antara Satu Bulan dan Someone Like You adalah bagaimana kedua lagu ini berhubungan dengan psikologi audiensnya.
Lirik Adele yang sangat eksplisit cenderung lebih mudah diresapi oleh pendengar yang sedang berada dalam fase emosional yang sama, yakni berusaha menerima kenyataan pahit.
Pendengar yang merasa terbuka dengan emosi mereka bisa dengan mudah terhubung dengan pesan yang begitu kuat tentang penerimaan dan keberanian untuk melepaskan. Emosi intens yang disampaikan Adele memungkinkan audiens untuk melakukan emotional catharsis (pelepasan emosional).
Sebaliknya, lirik Bernadya yang lebih implisit menciptakan ruang bagi audiens untuk meresapi emosi tersebut dengan cara mereka sendiri. Pendengar lebih didorong untuk melakukan introspeksi dan refleksi pribadi, seolah-olah mereka sedang berbicara dengan diri mereka sendiri melalui lagu.
Menurut teori self-reflection (refleksi diri) dalam psikologi, pengalaman ini dapat menjadi alat yang kuat untuk mendorong penyembuhan emosi, karena mendengarkan musik semacam ini memungkinkan audiens untuk merenungkan perasaan mereka dalam lingkungan yang lebih aman dan privat.
Perbedaan pendekatan ini menunjukkan bahwa kedua lagu tersebut memiliki cara yang berbeda dalam membantu pendengar memproses patah hati.
Adele lebih fokus pada reconciliation (rekonsiliasi), sementara Bernadya lebih memfasilitasi refleksi diri, yang pada akhirnya membawa dampak emosional yang berbeda bagi pendengar yang berbeda pula.
Pengaruh Penggunaan Bahasa dalam Membangun Imaji Emosional
Bahasa memainkan peran penting dalam bagaimana emosi disampaikan melalui lirik lagu. Adele dalam Someone Like You, meski menggunakan bahasa yang on point, namun tetap puitis
Penggunaan kalimat sederhana seperti “I wish nothing but the best for you” juga telah menciptakan perasaan nostalgia yang mendalam, seolah-olah ia benar-benar berbicara kepada mantan kekasihnya. Penggunaan frasa seperti ini memungkinkan pendengar untuk merasakan kesedihan secara langsung tanpa perlu banyak interpretasi.
Sedangkan Satu Bulan oleh Bernadya lebih banyak menggunakan bahasa yang lebih metaforis. Frasa seperti "bulan yang diam" dan "senja yang hilang" menciptakan imaji visual yang mengundang pendengar untuk menafsirkan makna dari kesedihan yang tersirat.
Penggunaan bahasa-bahasa tersebut sesuai dengan tradisi sastra Indonesia yang kaya akan simbolisme dan metafora, di mana perasaan lebih sering ditampilkan secara tidak langsung.
Menurut kajian linguistik, penggunaan metafora dalam musik atau sastra dapat membantu audiens mengembangkan imaji emosional yang lebih dalam, karena mereka dipaksa untuk memproses makna secara aktif, bukan pasif.
Dampak Kultural Terhadap Persepsi Patah Hati
Terakhir, kita tidak bisa mengabaikan perbedaan besar dalam bagaimana kedua budaya—Barat dan Indonesia—memahami dan merespons konsep patah hati.
Meski Di budaya Barat, terutama dalam konteks musik pop seperti yang digawangi Adele, patah hati sering diperlakukan sebagai sesuatu yang normal untuk diekspresikan secara terbuka, dan lagu-lagu balada tentang cinta yang hilang, seperti Someone Like You, mendapatkan tempat spesial di hati banyak orang karena mereka menyuarakan emosi dalam kehidupan sehari-hari.
Budaya Indonesia yang lebih kolektif, menunjukkan jelas kalau patah hati sering kali bisa dianggap sebagai pengalaman yang lebih pribadi dan kurang dibicarakan secara terbuka.
Lirik Bernadya dalam mencerminkan suatu keadaan psikologis melalui pendekatan yang lebih subtil dan penuh perenungan. Pendekatan ini sesuai dengan nilai-nilai budaya nusantara, di mana menjaga keharmonisan sosial dan tidak memperlihatkan emosi negatif secara terbuka adalah hal yang sangat dihargai. Atau secara jujur bisa kita sebut sebagai budaya feodal yang mengakar beruntut.
Kajian sosiokultural seperti yang dikemukakan oleh Hofstede (2011) yang memperlihatkan bagaimana nilai-nilai kolektif di Indonesia mempengaruhi cara individu mengekspresikan dan memproses emosi mereka.
Sudah runtutan kronologisnya jika budaya feodalisme berpengaruh pada bagaimana seni, termasuk musik, diproduksi dan diterima oleh masyarakat. Maka dari itu, Satu Bulan dadi Bernadya tidak hanya menjadi cerminan pengalaman pribadi Bernadya, tetapi juga menjadi representasi dari cara masyarakat Indonesia memandang dan memproses pengalaman emosional seperti patah hati.
Fatih Hayatul Azhar, seorang mahasiswa ilmu komunikasi Universitas Budi Luhur, Jakarta Selatan yang hobi menulis dan memakan pisang. Instagram: @fateh.hayatul