Pengaruh animisme pada masyarakat Indonesia masih terasa di kehidupan modern ini, yang bisa dilihat pada kepercayaan masyarakat terhadap adanya penyakit yang disebabkan oleh gangguan jin atau makhluk halus yang umumnya dikenal dengan 'keteguran', namun penyebutannya juga beragam sesuai dengan daerah-daerah yang ada di Indonesia. Salah satunya masyarakat Minangkabau yang menyebutnya dengan tasapo, sakit yang ditimbulkan akibat terkena tasapo pada umumnya adalah merasakan sakit kepala atau demam. Penyakit ini bisa menyerang orang dewasa maupun anak-anak.
Sebab terkena tasapo ini tidak melulu karena kemarahan makhluk gaib terhadap manusia yang melanggar suatu aturan, namun juga karena dikunjungi oleh arwah dari nenek moyang yang merasa rindu kepada cucu-cucunya, bisa juga ketika bepergian saat hujan-panas, atau jika sedang ada orang yang meninggal maka kita disapo guna mengingatkan kita akan kesalahan terhadap orang yang meninggal tersebut.
Pengobatan tasapo tiap daerah di Minangkabau berbeda, di Nagari Surantih Kabupaten Pesisir Selatan masyarakat menyebut pengobatan tasapo dengan 'sapai-sapai'. Pengobatan sapai-sapai memanfaatkan bahan dari alam yakni dua helai daun sirih dan segelas air putih, sedangkan alat yang digunakan hanyalah tikar sebagai alas. Proses sapai-sapai tidak menggunakan mantra yang panjang melainkan hanya dengan beberapa bait pantun serta tidak menggunakan doa-doa agama tertentu. Ilmu sapai-sapai biasanya diajarkan turun-temurun dari generasi ke generasi.
Melihat seseorang terkena tasapo atau tidak adalah melalui sirih yang digunakan, apabila terkena tasapo maka posisi sirih yang dijatuhkan setelah ditimang di atas punggung tangan adalah satu tertelungkup dan satu terlentang. Apabila yang terjadi sebaliknya keduanya tertelungkup atau terlentang maka pasien tidak terkena tasapo. Setelah pasien dinyatakan terkena tasapo maka kedua sirih tersebut akan dikunyah dengan hitungan tertentu dan ditotokkan pada anggota tubuh sebelah kiri yakni di kening, bahu, perut, dan paha dengan masing-masing hitungan 7 kali totok. Sirih yang telah digunakan akan langsung dibuang bersama dengan penyakit yang telah terserap ke dalam sirih tersebut.
Terdapat dua jenis tasapo yang dikenal masyarakat Surantih yakni tasapo hantu aia (hantu air) apabila sirih jatuh di sebelah kiri, jika jatuh di sebelah kanan maka pasien tasapo auah (arwah). Namun jika seseorang terkena tasapo bili (iblis) yang berlalu lalang di sekitar kita maka tidak bisa menggunakan sapai-sapai sebagai penawarnya, melainkan harus baliek dengan menggunakan asam (dilihat) lalu diobati dengan cara diurut oleh dukun. Sebab praktisi sapai-sapai bukanlah seorang dukun. Mereka hanya mau disebut sebagai orang yang biasa-biasa saja yang menerapkan “Ilmu satu akar, akar satu ilmu”.
Jihan Putri Utami, merupakan seorang mahasiswi aktif Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Andalas.
Instagram : @_jeyyyy