Tragedi Banjarsari, salah satu tragedi yang seharusnya tidak perlu ada. Masyarakat Banyuwangi masih mengingatnya sampai sekarang. Semua berawal dari seorang bernama Wirjo yang seperti kerasukan setan.
Tidak banyak kisah yang menceritakan siapa dan bagaimana Wirjo semasa kecil, namun Wirjo dikenal sosok yang tempramental. Bukan hanya itu, Wirjo merupakan seorang anak yang mudah tersinggung dan gampang marah kepada siapa saja.
Dari keluarganya, Wirjo merupakan anak kelima dari 9 bersaudara. Banyak orang yang mengenal Wirjo merupakan sosok yang aneh, sedikit saja ada masalah maka langsung mengamuk bahkan tidak jarang mengeluarkan senjata tajam.
Wirjo dewasa kemudian menikah dengan Idaroh, namun hingga umurnya 40 tahun yakni di 1987 dirinya belum dikaruniai seorang anak.
Setelah menikah, Wirjo bukannya makin berubah lebih baik, namun malah sering marah-marah. Sifat tempramentnya pun semakin menjadi jadi, bahkan teman judinya pun sudah faham betul untuk jangan salah berucap ke Wirjo.
14 April 1987, Wirjo untuk kesekian kalinya cekcok dengan sang istri. Penyebabnya tidak jauh, yakni uang. Pria yang terkenal temperamental ini kemudian mengamuk. Indirah dipukuli, malahan akan dibunuh sebelum ia berhasil menyelamatkan diri ke rumah orang tuanya.
Esok paginya Wirjo mengasah celurit dan parang di halaman belakang rumahnya di Desa Banjarsari. Tidak jauh di depan mata, Renny (anak angkatnya) dan temannya Arbaiyah yang sama berumur 4 tahun sedang bermain. Selesai mengasah, Wirjo mendatangi kedua bocah itu, lantas tanpa berkata apa pun, senjatanya melayang. Awalnya ia mengincar Renny, tetapi bocah itu bisa mengeles. Gilirannya Arbaiyah, dan ia tertebas di leher hingga hampir putus. Seketika tewas.
Untungnya Renny masih dapat melarikan diri. Dia lalu lari ke sawah, bertemu ibunya, dan segera menceritakan perbuatan Wirjo. Sang ibu sangat panik dan berlari ke jalan seraya berteriak minta pertolongan warga. Orang-orang pun segera berdatangan.
Sembari berjalan mengejar Renny dan ibunya, Wirjo menyempatkan masuk ke rumah di sebelahnya yang ditinggali Maskur (80) bersama istrinya. Saat itu istri Maskur sedang di dapur, lalu Wirjo sekonyong datang, dan menebasnya hingga tewas terkapar. Sedangkan Maskur berusaha untuk menolong istrinya, tetapi naas Maskur malah menyusul ajal lantaran Wirjo pun menyabitnya tanpa pandang bulu.
Amuk Wirjo belum juga padam. Setelah mendapat tiga mangsa ia berusaha membabat siapa saja yang ditemuinya. Banyak juga yang berhasil menghindar, namun mereka bertunggang langgang karena ketakutan.
Perburuan tidak terelakkan. Masyarakat mendatangi tempat kejadian, tetapi percuma saja, Wirjo sudah lenyap entah ke mana. Pencarian pun dilanjutkan. Sialnya, alih-alih Wirjo ketangkap, warga malah menemui korban tewas lainnya. Para korban ini tentunya harus diurus juga, apalagi banyak yang meninggal.
Kegilaan Wirjo kian menjadi. Wirjo sangat lihai berkelit dari kejaran masa. Adalah Taman (75), Suwendah (73), juga Istianah (15), siswa SMP Kosgoro, di antara warga yang tak luput dari kebiadaban Wirjo, tak peduli tua, muda atau belia. Metodenya mirip serupa, ditebas bagian leher. Ada yang nyaris putus maupun menganga.
Lebih gilanya, Wirjo sangat susah ditangkap. Masyarakat tentu saja dikungkung ketakutan. Bahkan hari itu sekolah langsung diliburkan. Para siswa berhamburan pulang, masyarakat umum pun tidak sedikit yang memilih berlindung di rumah. Pokoknya, pintu dan jendela harus ditutup serapat mungkin, sebab tidak akan ada rasa tenang sampai Wirjo bisa diringkus.
Seorang anggota keamanan rakyat (Kamra) sempat menemukan Wirjo. Namun, saat berusaha melumpuhkan dengan berduel, ia malah kena sabetan parang sampai putus jari. Realistis sajalah, daripada bergabung dengan maut lebih baik menyingkir. Sehingga anggota Kamra itu memilih lari untuk minta bantuan polisi.
Akan tetapi peristiwa ini sudah terlanjur menyebar luas. Sekarang bukan cuma warga Banjarsari yang dibikin merinding, melainkan wilayah tetangga, antara lain Kemiren dan Concrong, malah kemudian seantero Banyuwangi. Banyuwangi memang luas, tetapi saat itu dikabarkan Wirjo punya pegangan ilmu gaib tak tertandingi. Jadi, tidak jarang yang percaya kalau ia mampu menghilang dan muncul di tempat lain dalam sekejap. Dan masyarakat Banyuwangi memiliki sejarah panjang tentang itu.
Saat itu suasana menjadi mencekam, sekolah-sekolah diliburkan, jalanan sepi, pasar dan warung mendadak banyak yang tutup. Walau langit sudah gelap, perburuan tidak lantas berhenti, karena Wirjo masih berkeliaran. Para warga dengan dukungan aparatur disebar ke sejumlah titik. Kala itu hanya mengandalkan obor, sentir, dan senter sebagai alat penerangan.
Sebagian penduduk menjaga ketat lingkungannya, begadang dengan kesiagaan penuh, kalau-kalau setan itu datang. Tidak juga ketemu, pencarian pun diperluas sampai makin jauh dari desa setempat. Sementara di wilayah lain berlangsung pula operasi serupa. Akan tetapi Wirjo tidak kunjung tertangkap.
Hingga esoknya lelaki itu ditemukan tewas bunuh diri di sebuah tebing di atas Sungai Siwuran. Wirjo melilitkan lehernya dengan gesper yang dikaitkan pada akar pohon. Entah apa yang mendorongnya untuk mengakhiri hidup. Tanpa tunda-tunda, seorang aparat membidikkan senjatanya. Gesper yang melilit leher Wirjo terputus, dan pembunuh itu jatuh ke tepi sungai.
Kabar kematian Wirjo menjadi akhir rasa takut yang menghantui masyarakat sejak sehari sebelumnya. Meskipun hal ini mungkin disayangkan, sebab ia tidak akan dibebani pertanggungjawaban hukum. Selain itu ada juga yang percaya kalau teror belum berakhir. Katanya, arwah Wirjo masih bisa gentayangan dan mencari korban selanjutnya.
Konon, pria lulusan SMP ini menyimpan ilmu gaib, dan perbuatan sadisnya tidak lepas dari pengaruh ilmu tersebut yang tidak sanggup ia kendalikan. Juga ada yang berpendapat bahwa peristiwa itu terkait politik, karena terjadi pada masa kampanye.
Akan tetapi, istrinya sendiri mengatakan, Wirjo kerap mengungkit warisan yang dianggapnya dibagi tidak adil, sementara gaya hidupnya sangat buruk. Sebelumnya ia pun dapat dikatakan berkecukupan, terutama setelah dapat warisan. Namun, ia jatuh miskin lagi. Oleh karena itu amat mungkin ia melakukan itu karena stres.
Secara keseluruhan korban pembunuhan Wirjo berjumlah 32 orang. 18 orang meninggal di tempat, 2 lainnya di rumah sakit. Sementara 12 orang mengalami luka berat dan ringan. Peristiwa ini juga tak luput dari sorotan internasional. Sejumlah media di negara tetangga Asean mengangkat tragedi ini di halaman depan. Petani gila mengamuk, 18 orang tewas, demikian tajuk New Straits Times edisi 17 April 1987.
Sumber:
https://news.detik.com/x/detail/crimestory/20230824/Maut-di-Pucuk-Celurit-Wirjo/
https://id.wikipedia.org/wiki/Pembantaian_Banjarsari
https://jateng.tribunnews.com/2022/04/03/kisah-wirjo-warga-banyuwangi-bantai-37-orang-dalam-24-jam