Gaung Generasi Indonesia Emas 2045 makin santer terdengar dalam beberapa tahun terakhir. Dalam penjelasan yang sederhana, Generasi Indonesia Emas 2045 dilatarbelakangi oleh teori penghitungan statistik jumlah penduduk Indonesia yang diprediksi akan memiliki masyarakat usia produktif lebih banyak daripada yang tidak produktif pada tahun 2045, atau biasa dikenal dengan bonus demografi.
Bonus Demografi tersebut tentu disikapi dengan penuh rasa optimis oleh para petinggi negara sebagai bekal menyiapkan generasi hari ini untuk menyongsong tahun 2045. Peningkatan sumber daya manusia, pengembangan teknologi informasi nasional yang mampu bersaing secara global, maupun stabilitas ketahanan pangan sebagai penunjang kehidupan masyarakat secara simultan tengah didorong oleh pemerintah. Namun, optimisme tersebut tak boleh semata-mata diamini begitu saja, perlu ada wacana lain guna mengiringi tercapainya cita-cita besar Generasi Indonesia Emas 2045.
Maka dari itu, menyikapi isu Generasi Indonesia Emas 2045, Langgam Pustaka Indonesia membuat sebuah wadah kritis guna mengimbangi hegemoni akan cita-cita besar tersebut dalam tajuk “Diskusi Publik: 2045 Enaknya Ngapain, ya?” pada Jumat, 8 Desember 2023, bertempat di Ruang Publik Langgam Pustaka Indonesia.
Diskusi Publik tersebut menghadirkan Bode Riswandi dan Edi Martoyo, dua tokoh publik yang dikenal Tasikmalaya berkat rekam jejak kekaryaannya masing-masing. Bode Riswandi membuka diskusi ini dengan mengambil sudut pandang kebudayaan. Menurutnya, generasi Indonesia Emas 2045 tidak begitu saja bisa tercapai dengan sendirinya apabila bangsa Indonesia hari ini semakin melupakan nilai-nilai tradisi yang justru telah dibangun selama ratusan tahun oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Beliau menambahkan, kemajuan teknologi di masa yang akan datang jangan sampai membuat manusia justru seakan tunduk kepada teknologi yang mereka ciptakan sendiri. Artinya, sudah seharusnya kita kembali pada kearifan lokal kita sebagai sebuah bangsa yang berbudaya. Tidak serta merta menjadi penonton kemajuan zaman.
Lain hal dengan apa yang dikatakan Edi Martoyo yang dikenal sebagai produser dan Sinematografer kawakan Tasikmalaya. Beliau memantik diskusi dengan sebuah gagasan kolaboratif, di mana hari ini, jalan menuju Generasi Emas Indonesia 2045 salah satunya adalah dengan menggabungkan setiap sumber daya dan kreativitas masing-masing kelompok sehingga menjadi sebuah karya kolaboratif yang akan mewujud artefak di masa yang akan datang. Menurutnya, penting menyiapkan segala bahan dalam bentuk dokumentasi hari ini, guna memberi warisan kekaryaan kepada generasi yang akan datang. Ia yang juga aktif dan mengenal ragam masyarakat melalui banyak riset dan kajiannya menilai, makin hari, kearifan-kearifan lokal di Tasikmalaya makin menyentuh titik nadir yang mengkhawatirkan keberadaannya. Edi menambahkan, lakukanlah apa yang bisa kita lakukan sesuai dengan keahlian dan kapasitas masing-masing. Sebab di masa depan nanti, itu akan menjadi sesuatu yang berharga.
Diskusi Publik yang diadakan oleh Langgam Pustaka Indonesia ini tentu menjadi sebuah angin segar bagi dunia intelektual di kalangan anak muda. Bode Riswandi menyoroti hal penting dari konsistensi Langgam Pustaka Indonesia dalam merekontruksi isu-isu terkini di sekitar masyarakat. Sebab, sejauh apapun optimisme dibangun, sebagai kaum muda, tentu juga penting untuk merawat kekhawatiran sebagai bentuk sikap kritis dalam menanggapi berbagai isu. Pungkasnya, kaum muda haruslah memiliki sikap keras dalam prinsip dan pemikiran, fleksibel dalam perbuatan.
Diskusi Publik ini juga dihadiri oleh kawan-kawan lintas komunitas dan juga organisasi-organisasi mahasiswa di lingkungan kampus Tasikmalaya. Tentu, ini menjadi sebuah angin segar bagi geliat anak muda Tasikmalaya yang terus tumbuh dan punya peran penting dalam jalannya peradaban.
Agus Salim Maolana