Viktor Bungtilu Laiskodat selaku Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) mendapat perhatian dan atensi publik setelah menginstruksikan kepada setiap Kepala Sekolah SMA sederajat yang ada di Kupang agar memajukan jam masuk sekolah menjadi pukul 05.00 WITA. Entah apa sebenarnya yang diharapkan dari kebijakan kontroversial itu. Beliau berdalih, bahwa kebijakan itu semata-mata agar mendisiplinkan dan membangun etos kerja para peserta didik. Hal itu pun tentu mendapat banyak respons dari masyarakat internet yang kebanyakan geram akan kebijakan yang tak sesuai dengan inti permasalahan sebenarnya.
Sebenarnya, peraturan ini lebih sempit hanya diberlakukan bagi SMA 1 dan SMA 6 Kupang yang menurutnya hanya kedua sekolah itulah yang siswanya sanggup menembus Perguruan Tinggi Negeri atau sekolah kedinasan di Indonesia. Apakah tidak memprihatinkan bahwa seorang pemimpin sebuah Provinsi, alih-alih menyelesaikan semrawutnya pola pendidikan dari akarnya, malah berfokus mengutamakan gengsi agar daerahnya dianggap mampu bersaing dengan provinsi lain dengan mengorbankan kondisi mental dan potensi masalah lain yang bisa saja timbul dari kebijakan ini?
Kejelasan dari dijalankannya kebijakan ini tentu juga harus ditelaah kembali lebih dalam. seperti, apakah ke dua peserta didik dari SMA 1 dan SMA 6 Kupang ini ketika diminta masuk pukul 05.00 WITA, bisa kembali meninggalkan sekolah pada pukul 08.00 atau 09.00? jika jam kepulangan mereka tetap di kisaran pukul 13.00 apalagi sampai pukul 15.00 WITA, tentu ini akan menjadi masalah serius terkait beban belajar yang mereka hadapi di sekolah serta potensi stres yang meningkat dan membahayakan kesehatan peserta didik?
Jika bercermin dari Indeks Pembangunan Manusia Nusa Tenggara Timur tahun 2022, sebenarnya nilai IPM Provinsi tersebut mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya, yakni sebesar 65,90 atau tumbuh sekitar 0,95 % dibanding capaian tahun 2021. Begitu pun dengan Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata lama sekolah (RLS) yang mewakili komponen pendidikan mengalami kenaikan masing-masing sebesar 0,8 % dan 0,13 %. Berkaca dari data tersebut, pendidikan di NTT sebenarnya sudah berada di jalur yang benar, walaupun tentu belum sempurna. Dengan disahkannya peraturan masuk pukul 5 pagi ini, apakah akan meningkatkan kualitas yang sudah dibangun oleh sistem sebelumnya, atau justru meruntuhkan apa yang susah payah diusahakan?
Ditinjau dari sudut terminologi bahasa, kata disiplin sendiri bermakna tata tertib. Artinya, makna disiplin itu bukanlah melakukan sesuatu hal sepagi mungkin dan diakhiri dengan sesore mungkin, tetapi disiplin adalah menempatkan ketaatan sesuai dengan waktu yang telah ditata agar menciptakan ketertiban dalam menjalankan suatu aktivitas. Secara sederhana, kita biasa mengenal cara demikian dengan istilah “Menempatkan sesuatu pada tempatnya dan waktunya,” bukan berdasarkan arogansi dan egoisme seorang kepala daerah.
Berkaitan dengan kebijakan kontroversial ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Inspektur Jenderal, Chatarina Muliana Girsang menjelaskan bahwa saat ini pihaknya tengah berkoordinasi secara intensif dengan Pemprov NTT terkait usulan tersebut. Hal yang ditakutkan, bahwa kebijakan ini sama sekali tidak mempertimbangkan pendapat orang tua siswa dan masyarakat.
Dalam hal ini, Kemendikbudristek harus terus menjaga kewarasan dan komitmennya untuk melindungi hak siswa agar dapat belajar dengan aman dan menyenangkan di sekolah. Ada satu hal yang paling mengerikan jika ini terealisasi. Ketika siswa di Kupang bersusah payah untuk bangun dari tidur dan harus sampai di sekolah pada pukul lima pagi, sang Gubernur masih saja tertidur pulas di tempat tidur nyamannya tanpa mengingat apa pun.
Agus Salim Maolana