“Curish, sungguh! Kau sangat anggun mengenakan gaun itu.”
Memang, Kiev di penghujung bulan April adalah kota yang hangat. orang-orang biasa menghabiskan sore hari dengan berjalan-jalan di tepi sungai Dnieper. Sungai luas ini tampak membelah wilayah sosialis Ukraina menjadi bagian barat dan timur, melewati beberapa kota selain Kiev, seperti Zaporizhzhia, Kamianske, Dnipro dan Kherson. Air di sungai ini mengalir dari perbukitan Valdai dan akan bermuara di Laut Hitam. Namun sejak wilayah ini bergabung dengan Soviet, di bawah pimpinan Nikita Khrushcev, mulailah dibangun industrialisasi bahan kimia, logam, dan pupuk secara besar-besaran yang tentu menyebabkan tercemarnya air di sungai Dnieper. Apa lagi sejak bulan lalu, desas-desus berita pembangunan stasiun bawah tanah semakin mencuat. Kabarnya, awal tahun 60 nanti proyek ini akan dimulai. Itu artinya hanya dua tahun lagi. menurut penduduk sekitar, rencana ini masuk ke dalam proyek rekoveri kota setelah banyak fasilitas yang hancur akibat Perang Dunia II dan pendudukan Jerman. Jika memang benar, tentulah proyek ini akan semakin mengganggu habitat dan ekosistem Sungai Dnieper.
Jika cuaca cerah, akan terlihat bentangan pegunungan Karpatia yang hijau di sisi barat Kiev. Namun ketika musim dingin mencekik hampir seluruh wilayah daratan, cerita-cerita tentang sosok Domovoi akan menambah keheningan malam musim dingin. Konon, mahluk bernama Domovoi itu terusir dari langit dan jatuh ke bumi yang gelap dan dingin karena tak terima jika ia ditakdirkan sebagai pelayan Svarovitch. Sosok itu akan kembali bangkit setiap musim dingin dan secara diam-diam akan masuk ke rumah warga melalui cerobong asap. Cerita itu selalu diakhiri dengan tangisan anak-anak yang mendengar cerita sosok Domovoi dari mulut para orang tuanya hingga mereka tertidur.
“Sergey, sudahlah. Kau sudah puluhan kali mengucapkan hal itu hari ini.”
“Ayolah, Curish. Kau bukanlah orang yang pandai menyembunyikan perasaan. Aku selalu suka ketika melihatmu tersipu malu, persis seperti sekarang.”
Angin terus mengepung harum rambut perempuan itu. Sepanjang jalan Dniprovske, sambil sesekali memotret taman Natalka di sore hari yang hangat, si lelaki terus saja menggoda tunangannya lalu terkekeh. Memang, perempuan bernama Valentina Curish itu memiliki paras yang cantik. Tentunya, tak mungkin ada lelaki yang tak ingin memuji wajah perempuan itu ketika melihatnya.
“Kamera barumu? Aku belum pernah melihatmu memakainya selama ini.”
“Haha. Selain mengumpulkan uang untuk membeli gaun yang kau kenakan itu, aku juga menyisihkan sebagian uangku untuk membeli kamera ini. Cobalah berdiri di depan pohon itu, aku akan memfotomu.”
Valentina Curish dengan gaun yang indah berdiri di depan sebuah pohon berangan kuda, rerantingannya terjulur seperti hendak memeluk Curish. Sergey kembali mengangkat kamera, bersiap mengarahkan potretannya tepat kepada sang pujaan hati.
“Curish, tunggu! Sesuatu sedang melayang! Ataukah terbang?...”
***
“Jadi, kau sepakat dengan pernyataan Presiden Yushchenko, Bung?”
“Tak ada alasan untuk tidak menyetujuinya. Lagi pula, orang Kristen di negara ini akan tetap baik-baik saja. Kita terus berkembang. Lihatlah, banyak sekali kegiatan kerohanian di kota ini. Apa yang kau takutkan dari para pendatang?”
“Baiklah. Aku sepakat, tapi lihat, seorang pria di sana tampaknya butuh bantuan kita, Bung. Bukan butuh bantuan Presiden Yushchenko. Simpan dulu kopimu di dalam mobil.”
Lalu lintas di Kota Kyiv siang itu tak terlalu padat. Beberapa armada Trams In Kiev terlihat hilir mudik sesuai jadwal masing-masing. Kereta rute Kyiv menuju Pasazhyrskyi baru saja berangkat beberapa menit yang lalu. Menara Katedral Saint Sophia terlihat begitu megah. Bangunan itu adalah salah satu marka tanah Kota Kyiv yang dianggap suci, peninggalan dari zaman Rus Kiyiv, yang sekarang dikenal sebagai Ukraina. Jika dihitung, siang itu lebih banyak warga yang berjalan kaki atau bersepeda di tepi jalan raya. Ketika dua orang petugas polisi dari satuan polisi Kyiv yang berpusat di Volodymyr Street 15 yang sebelumnya memarkirkan mobil mereka tepat di halaman sebuah swalayan bernama Fora, baru saja keluar dari kafe Sophia untuk membeli dua gelas cup kopi memalingkan perhatian mereka pada seorang pria yang tampak kebingungan dan memutar-mutarkan pandangannya ke saban arah dan sudut kota.
“Maaf Tuan, pakaian yang kau kenakan mengingatkanku pada para anggota Opera Lviv. Ada yang bisa kami bantu, Tuan?” Seorang polisi menawarkan bantuan kepada pria itu.
“Bolehkah aku bertanya, di manakah sekarang aku berada sebenarnya?”
Pertanyaan pria itu membuat kedua polisi sedikit tertegun. Apa yang membuat pria ini tersesat di kota yang hampir memiliki tiga juta penduduk ini.
“Tuan, kau berada di Kota Kyiv. Tampaknya Anda terlalu banyak minum horilka malam tadi.” Kedua polisi itu menjawab dengan sedikit lelucon.
“Kiev? Uni Soviet ?
“Oh, ayolah Tuan. Siapa yang ingin kembali bergabung dengan Uni Soviet? Sejak tahun 1991 kita sudah sah kembali menjadi negara Ukraina. Jangan kau teruskan lelucon Anda. Mari saya antar pulang.” Tampak seorang dari polisi itu mulai bosan meladeni pertanyaan pria yang ada di hadapan mereka.
“Tunggu, tanggal berapa sekarang?”
“Sungguh, Tuan. Apa istrimu tak mengingatkanmu untuk bekerja ketika bangun tidur atau sarapan tadi? Ini tanggal 23 April 2006!”
Suara kedatangan kereta lain terdengar dari stasiun, burung-burung bergiliran silih hinggap di dahan pohon Oak yang bersebelahan dengan bangunan hotel Pokrovsky, kaca-kacanya memantulkan terik matahari yang cukup menyengat. Masih di hadapan pria itu, kedua polisi memandanginya tengah memejamkan mata. Kamera yang ia kalungkan di lehernya terlihat baru. Tampak si pria mencoba mengingat dengan keras apa yang sebenarnya baru saja terjadi. Beberapa orang mulai memandangi perdebatan kedua polisi dengan pria itu.
“Tak mungkin. Bahkan lima menit yang lalu aku masih berjalan-jalan di tengah Kota Kiev dengan kekasihku di tahun 1958!”
***
“Maaf, Tuan. Bisa ulangi nama lengkap Anda?”
“Sergey Ponomarenko.”
“Dari mana kau berasal?”
“Sepertinya, kita berasal dari kota yang sama namun dengan negara berbeda, Tuan Pablo Kartikov.”
Dua orang yang berada di sebuah ruangan itu terkekeh, namun dengan perasaan asing yang entah.
“Apa sebenarnya yang kau sembunyikan, Tuan Sergey.” Pablo Kartikov kembali bertanya kepada pria yang ada di hadapannya.
“Aku tak menyembunyikan apa pun, Tuan. Seperti yang sudah saya katakan. Bahkan lima menit sebelum aku dihampiri oleh kedua polisi tadi, aku masih berada di tengah Kota Kiev, memotret taman Natalka dan berjalan-jalan dengan kekasihku,” jawab lugas pria itu.
“Hmmm. Kau memiliki kekasih? Siapa namanya?
“Tentu. Valentina Curish. Namun satu hal yang kuingat sebelum tiba-tiba aku berada di Kota Kiev yang bagiku sungguh berbeda, ketika aku akan memotret kekasihku menggunakan kamera ini, aku melihat sebuah benda mirip lonceng melayang di langit, lebih tepatnya seperti terbang,” Sergey menambahkan jawabannya sambil sesekali menatap jam di dinding ruangan itu.
“Benda terbang?” sanggah Pablo Kartikov mulai penasaran.
“Ya. Kau boleh membawa kameraku ini. Kalau saja aku beruntung, foto benda terbang itu akan kau lihat di sana, Tuan.”
Sudah hampir satu jam Pablo Kartikov dan Sergey Ponomarenko berada di ruangan itu. namun anehnya, jam di dinding dan jam yang dipakai oleh Pablo secara bersamaan tak berfungsi, berhenti di detik dan menit yang sama, yakni pukul 16.32. Pablo sebenarnya sudah merasakan keanehan ini. Namun sebagai seorang yang menggunakan kelogisan dalam berpikir, ia mencoba tak menghiraukan masalah jam itu.
***
“Tuan Pablo Kartikov! Anda saya datangkan ke sini bukan untuk membual! Bagaimana mungkin cerita ini bisa saya terima?”
Di dalam ruangan kepala kantor polisi yang berada di Volodymyr Street 15 tengah duduk dua orang dengan posisi yang berhadapan. Ruangan berwarna cokelat itu memiliki interior khas Eropa dengan figura-figura berfoto pegunungan Karpatia. Di sudut kirinya berjejer buku-buku yang dirapikan di rak dengan kepala rusa yang menancap pada dinding di atasnya. Di samping meja sang kepala polisi, di antara jendela dan brankas, berdiri sebuah patung bangau putih yang melambangkan keagungan, kesucian serta perdamaian bagi negara Ukraina.
“Aku datang ke sini bukan untuk membual. Apa yang aku sampaikan ini pun bukan sebuah bualan. Aku hanya menyampaikan penilaianku sebagai seorang psikiater yang kau minta untuk mewawancarai seorang pria asing yang ada di salah satu ruangan kantormu ini, Tuan.”
Pablo Kartikov coba menjelaskan apa yang ia dapatkan setelah mewawancarai pria asing itu di hadapan sang kepala polisi.
“Lagi pula kau sudah membaca kartu identitas ini, kan? Kartu identitas ini menunjukkan kalau dia adalah orang yang lahir pada tahun 1935 di negara yang bernama Uni Soviet! Tak ada orang yang berani macam-macam dengan lambang ataupun simbol negara itu, Tuan. Sekalipun kita sudah menjadi Ukraina!”
***
“Tidak mungkin, Tuan. Kamera ini sudah berhenti diproduksi sejak tahun 1970-an. Sekalipun memang masih ada yang memiliki kamera ini, tapi film yang ada di dalamnya adalah jenis film kuno. Dan ini belum selesai, cobalah kau lihat hasil cetak fotonya.”
Vadim Pozmer, seorang fotografer yang kerap membantu kepolisian dalam menangani beberapa kasus di Kota Kyiv juga turut terlibat dalam penyelidikan kasus pria aneh yang kemarin terlihat kebingungan di tengah Kota kyiv. Pozmer, dalam keterangannya menyatakan belum pernah melihat rol film kuno yang masih bisa dicetak dengan keadaan bagus.
“Aku pikir, mustahil ada teknologi yang bisa mencetak foto lama sebagus ini, kecuali memang foto ini diambil baru beberapa hari! Apalagi, jenis kamera yang dibawanya adalah kamera refleksi lensa tunggal yang pertama dikembangkan Soviet. Aku beberapa kali melihat model kamera seperti itu di pameran kamera tua.”
Beberapa lembar foto tergeletak di hadapan sang kepala polisi. Ia hanya memandangi lembaran foto itu tanpa mau menyentuhnya. Yang ada di benaknya hanyalah bagaimana mungkin kejadian ini memang terjadi di dunia nyata. Ia yakin, apa yang tengah dihadapi oleh satuannya akan menjadi berita besar dalam waktu dekat.
Suara pintu diketuk terdengar dari luar. Seorang perempuan seketika masuk tanpa disilakan, perempuan dengan rambut terurai hingga bahu, sebuah kalung liontin menggantung di lehernya yang jenjang. Napas perempuan itu tersengal.
“Tuan Sergey Ponomarenko menghilang. Ia tidak ada di ruangannya.”
Dua pria yang berada di dalam ruangan itu saling memandang. Suara jarum jam perlahan terdengar.
***
Perempuan itu adalah sekretaris kantor pusat kepolisian Kota Kyiv. Ia bernama Helena Petrovich. Sudah tujuh tahun ia bertugas di kantor kepolisian Kyiv. Kinerjanya terbilang cukup mentereng hingga akhirnya ia diangkat menjadi sekretaris kantor pusat. Menurut pengakuannya, ia sedang membereskan berkas-berkas kasus seminggu terakhir ketika Tuan Sergey Ponomarenko menghampirinya untuk berbincang beberapa hal.
Ruangan Helena Petrovich adalah sebuah ruangan besar yang di dalamnya berisi beberapa ruangan kecil yang berisi beberapa kursi dan meja. Ruangan-ruangan kecil itu biasa digunakan untuk menginterogasi para saksi yang terlibat dalam suatu kasus. Sementara meja petugas perempuan itu berada tepat di depan ruangan no. 1, ruangan yang paling dekat dengan pintu masuk ruangan utama. Ruangan kecil nomor satu itu pulalah yang menjadi ruangan tempat Sergey Ponomarenko diamankan. Itu berarti, Jika pria asing itu sekalipun menyelinap untuk keluar dari ruangan, mata Helena Petrovich pasti akan dengan segera melihatnya.
“Ia bertanya tentang beberapa hal, Tuan. Ia paling penasaran dengan ponsel dan bagaimana cara menggunakannya. Selain itu, ia juga bertanya tentang microwave yang kugunakan untuk membuatkannya makanan. Ia terlihat begitu terkesan melihat microwave, Tuan. Ia tak menyangka bahwa di masa depan makanan akan dengan mudah dibuat dan disajikan.”
Helena menceritakan kejadian sesaat sebelum Sergey Ponomarenko menghilang dari ruangannya kepada kepala polisi dan Vadim Pozmer. Ia merasa tak ada alasan yang masuk akal untuk menjelaskan bagaimana cara pria itu pergi dan menghilang. Sisa makanan pria itu pun masih ada di meja, belum sampai 10 menit ketika ia kembali ke dalam ruangan nomor satu, ketika perempuan itu memanggil Sergey dengan maksud untuk menawarkan apakah ada yang pria itu butuhkan lagi selain makanan. Setelah beberapa kali Helena memanggil namanya, tak ada jawaban. Ia lantas membuka pintu ruangan nomor satu, dan betapa kagetnya ia ketika pria itu sudah tak ada di ruangan. Ia lantas berlari menuju ruangan kepala, bertemu dengan sang kepala polisi dan Vadim Pozmer.
***
Sudah tiga hari semenjak Sergey Ponomarenko menghilang tanpa jejak dari kantor pusat kepolisian Kyiv yang berada di Volodymyr Street 15. Hal yang ia tinggalkan adalah sebuah kartu identitas yang menerangkan bahwa Sergey Ponomarenko, pria yang lahir pada tahun 1935 berkebangsaan Soviet, dan beberapa lembar foto yang dicetak dari kamera pria itu.
“Sergey Sergey Sergey, siapa kau sebenarnya?”
Entah ke berapa kalinya kepala polisi itu berbicara sendiri sambil memandangi foto peninggalan Sergey beberapa hari lalu. Di benaknya ribuan pertanyaan makin berkecamuk tanpa ada satu pun yang berhasil ia cerna. Botol Kvass terakhir sudah habis ia lumat. Abu dari cerutu yang sepanjang malam menemaninya memandangi foto-foto itu sudah mulai menggunung di asbak berbahan keramik, sebagian berceceran di lantai Vynl ruangan itu. Ia sadar, cat patung bangau putih yang berdiri gagah di hadapannya mulai pudar. Cahaya matahari kembali muncul dan menerangi halaman kantor pusat kepolisian Kota Kyiv. Lampu-lampu jalan Khreshchatyk mulai redup, udara pagi menyenggol-nyenggolkan tubuhnya pada apa saja yang menerpa. Ia masih belum menemukan jawaban, dan Sergey Ponomarenko akan sulit untuk kembali ditemukan. Namun ia ingat, pria itu memiliki tunangan, seorang perempuan cantik yang di dalam fotonya mengenakan gaun, perempuan yang bernama Valentina Curish.
***
Perekhrestya adalah sebuah pemukiman kecil yang berada sekitar sepuluh kilometer dari pusat Kota Kyiv. Untuk menuju ke sana harus melalui tepian Bandar Udara Internasional Antonov yang masuk dalam wilayah Kota Gostomel. Bandara itu beroperasi sebagai fasilitas penerbangan uji dan pengangkutan kargo untuk pasar lokal dan internasional. Selain bandara itu, untuk menuju pemukiman Perekhrestya juga harus terlebih dahulu melalui kawasan penginapan Myla Villa yang memiliki panorama indah. Di sepanjang jalan, terhampar padang rumput yang luas.
“Maaf, Nyonya. Kedatangan saya mungkin sedikit mengganggu hari yang cerah ini.”
Pria berseragam polisi satuan Kyiv berdiri di depan pintu sebuah rumah pemukiman Perekhrestya yang tenang itu. seorang perempuan yang terlihat cukup renta menyambutnya dengan sebuah senyuman dan tatapan yang ramah. Perempuan itu memiliki garis mata yang kuat serta alis yang melengkung tebal di atas kelopak matanya. Perawakannya tak lebih tinggi dari dada polisi yang ada di depannya. Walaupun terlihat cukup berumur, namun perempuan itu tak henti-hentinya memancarkan aura kecantikan yang alami, tergambar dari raut senyumnya yang menyungging, membuat kerutan di sekitaran pipinya sedikit tertarik.
Rumah itu sendiri adalah rumah bergaya klasik Ukraina, dengan sekitar tiga jendela dan satu pintu berwarna biru dan cerobong asap yang menyembul ke atas sekitar satu setengah meter di bagian belakang rumah. Tiga anak tangga persis di hadapan pintu berwarna oranye. Tepat di depan rumah itu, tumbuh pohon-pohon anggur yang terlihat di rawat dengan baik. konon, seseorang yang menyukai anggur akan terlihat awet muda.
“Tuan, 74 tahun aku hidup, belum pernah seorang polisi datang untuk bertamu kepadaku. Jadi tentulah, pasti ada hal mendesak yang membuatmu datang ke sini”
Ucapan perempuan tua itu terdengar tenang. Tak ada kekhawatiran sedikit pun yang tergambar. Dari suaranya menyimpulkan bahwa ia adalah seorang yang tegar, seperti seseorang yang telah berdamai dengan dirinya sendiri.
“Nyonya, betulkah perempuan yang bernama Valentina Curish?”
“Ya,” jawab perempuan itu singkat.
“Apakah kau mengenali seorang pria bernama Sergey Ponomarenko, Nyonya? Kalaupun kau sudah lupa. Aku bisa mengingatkannya lewat foto ini.” Polisi itu menyodorkan beberapa lembar foto.
Perempuan itu hanya menjawab pertanyaan yang ia dapatkan dengan sebuah senyuman dan tatapan yang berkaca-kaca, membuat mata beningnya tampak seperti mutiara yang berkilauan. Ia tiba-tiba berdiri dan menuju kamarnya. Polisi itu hanya terdiam sambil menunggu. Perempuan itu kembali lagi dengan membawa album foto di tangannya. Sebuah album foto berwarna merah muda yang tampak tua.
“Bagaimana aku bisa menjelaskan ini, Tuan?” Perempuan itu mulai membalas pertanyaan sang polisi dengan wajah dan suara yang tetap tenang.
Polisi itu hanya terbelalak, mata dan pikirannya seakan berlomba untuk mencerna apa yang ada di dalam album foto itu. bagaimana bisa foto-foto yang ada di album tua perempuan itu sama persis dengan foto yang ia bawa juga. Padahal, sejak beberapa hari lalu foto-foto ini ia dapatkan dari Vadim Pozmer, belum pernah sekalipun ia menggandakan foto-foto itu. dan bagaimana mungkin foto-foto yang ada di album perempuan itu tampak jauh lebih lapuk dan usang dari foto-fotonya yang terlihat sangat baru. Sang polisi masih saja terdiam, tak ada suara apa pun yang keluar dari mulutnya. Sementara matanya sudah beberapa kali bolak-balik menuju perempuan yang ada di hadapannya dan menuju foto yang ada di album tua itu.
“Semenjak Sergey menghilang tepat di sampingku pada tanggal 23 April 1958 dahulu, ia pernah kembali mendatangiku pada tahun 1970 kalau aku tak salah dan memberikan foto-foto ini. Namun, tak ada yang berubah dari tubuh maupun wajahnya. Ia masih terlihat seperti Sergey, masih mengenakan pakaian yang sama dan mengalungkan kamera yang sama di lehernya, ia tunanganku yang tiba-tiba menghilang tahun 1958 dulu.”
Polisi itu makin terdiam, mendengarkan semua ucapan perempuan itu. keinginannya untuk percaya masih bergulat dengan segala ketidakmasukakalan yang ia pikirkan. Segala yang ada dalam rumah itu tampak seperti ikut mendengarkan apa yang dikatakan sang tuan rumah.
“Sebelum aku sempat untuk bertanya apa yang sebenarnya terjadi di tanggal 23 April itu kepadanya, ia hanya berkata bahwa ia tiba-tiba berada di tahun 2006, di tengah Kota Kiev yang jauh berbeda dengan yang ia tahu. Ia juga bercerita tentang telepon genggam dan sebuah alat memasak yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ia mengakhiri pertemuan itu dengan berkata, Maafkan aku, Curish. Aku akan menyelesaikan ini semua. Ketika itu hari beranjak sore, saat aku akan menyirami tanaman di taman depan itu, ia tiba-tiba berdiri di hadapanku. Setelah ia menyelesaikan ucapannya, aku tak mengingat lagi apa pun, dan tersadar esok harinya.”
Valentina Curish, sang tunangan dari Sergey Ponomarenko itu masih bercerita di hadapan kepala polisi. Ia sesekali membolak-balikkan kembali album foto yang dipegangnya. Sesekali tangannya bergetar. Suaranya semakin parau. Sejak pertemuan terakhir itu ia tidak pernah lagi melihat tunangannya.
Agus Salim Maolana
UJUNG JALAN PEMIKIRAN KARYA
Jajang Fauzi
Ketika kita memutuskan untuk melakukan perjalanan lalu dihadapkan pada jalan-jalan sempit dan asing, maka hanya ada dua pilihan yang akan kita hadapi nantinya. Tujuan atau jalan pulang. Begitu kiranya situasi yang akan dihadapi oleh penulis ketika dihadapkan dengan proses penulisan sebuah karya ̶ cerpen. Bagi karya referensial khususnya, secara tidak sadar penulis harus memangku batu besar sampai akhir perjalanannya. Beban-beban itu merupakan beban kualitas dan ketepatan hasil riset yang nantinya akan mengantar pembaca menuju simulakra yang dibuat dalam cerita. Meski pada akhirnya unsur-unsur fiksi akan lebih mendominasi, tetapi hasil riset penulis juga berperan besar.
Dalam cerpen berjudul Mimpi Menguap di Luar Jendela, penulis mengepak segala hal yang berbau Kiev dengan cukup baik. Setiap perjalanan citra dan imaji ketika membaca cerpennya itu seolah-olah Kiev ada di luar jendela rumah. Detail dan fakta-fakta yang tersaji di dalamnya sudah cukup membawa imajinasi menuju dunia yang penulis buat. Ide cerita yang diangkat dibenturkan dengan isu sosial, foklor bahkan konspirasi di dalam cerita bagi saya sangat cerdas dan memikat. Tetapi, sayangnya cerpen Agus seperti tumbuhan yang terlalu banyak diberi pupuk.
Menambahkan hasil riset itu penting, tetapi porsi dalam cerita juga mesti diperhatikan. Saya mengambil contoh pada bagian awal cerita kita akan diserang rentetan fakta-fakta tentang industrialisasi, folklor, konspirasi dan isu lainnya yang cukup membuat kenyang. Namun sayangnya serangan fakta-fakta itu tak memiliki sasaran akhir. Tidak ada eksekusi yang seksi. Banyak informasi dalam cerita yang justru berpotensi menjadi pembias gagasan utama dalam cerita. Tetapi untungnya tidak terlalu berdampak besar pada cerita inti, hanya saja imjainasi pembaca terbuang begitu saja. Namun, saya menemukan hal menarik dari penumpukan informasi tersebut.
Sekilas kita telisik mengenai sosok Domovoi yang digambarkan secara singkat. Jika dihubungkan keterkaitannya dengan alur utama tentu tidak terlalu berdampak. Mengingat alur utama cerita tentang Sergey Ponomarenko, seorang yang diduga menjelajahi waktu dari masa lalu setelah melihat penampakan UFO. Domovoi sendiri di berbagai literatur merupakan sosok penjaga rumah dengan perawakan kerdil. Tetapi pemuatan unsur folklor dalam cerita ini memiliki maksud lain. Bukan hanya pemanis dalam cerita saja. Hal lain selebihnya akan saya bahas pada tanggal 5 Maret 2024 pukul 19.30 di Langgam Pustaka.
Dari cerpen ini kita bisa pahami bahwa pemikiran dan usaha lebih untuk mengelola ide maupun informasi. Jangan biarkan ide cerita menjadi pengembara yang sasar di jalan-jalan sempit pemikiran. Perlu adanya pertimbangan yang benar-benar matang dalam menentukan informasi atau fakta apa yang sekiranya pas untuk diangkat ke dalam cerita. Sebab hal-hal demikian merupakan hasil dari pemikiran. Sehingga ujung dari pemikiran karya dapat kita tentukan. Sampai pada tujuan atau malah pulang pada ingatan.