Ke Manakah Perginya Puisi Itu?
Wahai penyair, lama tak kudengar puisimu
Apakah bahasa sudah tak dapat berkata-kata
Apakah kalimatmu hanya berdiam diri di kolom sepi
Wahai penyair, aku rindu seruan sajakmu
Apakah bahasa telah kau gadai
Demi priuk yang ramai
Sedang puisimu hanya siluet angin
Wahai penyair, apakah rahasiamu sudah buyar?
Puisimu seringkali hanya daun gugur,
atau nyanyi hujan, atau bau angin
Hiduplah dengan tenang penyair
Tak perlu menggarisi nasibmu seperti itu
Seperti lalat yang menggerogoti taikmu
Wahai penyair, bisakah kau menjawab pertanyaanku?
Lain kali saja, tak perlu buru-buru
Aku hanya ingin mendengar puisimu
Bukan angin yang keluar dari pantat, atau hidungmu.
Bisakah kau lakukan itu, Penyair?
Bandar Lampung, November 2022
Jawaban Atas Puisi Pertama
Orang-orang bertanya
Perihal bagaimana puisiku dibentuk
Perihal diksi yang mana yang harus dipilih
Mereka ingin jadi penyair sepertiku
Kujawab, aku tak pernah menuliskan puisi
Aku tak pernah membentuk bangunan sajak
Puisi itu menuliskan dirinya sendiri
Puisi itu memilih diksinya sendiri
Apa yang indah dan apa yang sesuai
Bagi kelangsungan hidupnya
Mereka hanya meminjam tanganku
Menjadikanku mainan
Kadang juga lelucon
Ketika sedang bercengkrama
Dalam obrolan tentang puisi
Bandar Lampung, November 2022
Dongeng Tentang Kemanusiaan
Tidakkah kau lihat
Kemanusiaan yang mulai menua
Sedang bercermin
Menyaksikan rambutnya beruban
Ia telah pikun
Bahkan untuk mengingat tempat pulang
Kurasa ia tak sanggup
Adakah sesiapa hendak mengajukan diri
Menuntunnya kembali?
Keadilan telah pincang sejak lama
Ia lahir cacat
Untuk menopang dirinya sendiri
Ia bahkan kecapaian
Adakah gerangan berkenan datang
Memapahnya menyeberangi jalan?
Mata kejujuran mulai rabun
Semenjak diterjang kabut
pagi itu
Aku rasa, setiap berjalan di persimpangan
Ia selalu menerjang pembatas
Bandar Lampung, 1 Januari 2022
Apakah Ada Pulang Bagi Kami yang Tidak Punya Rumah?
Malam sebelum kami diusir
Ada janji yang ditebar
Tepat pukul 5, semerbak baunya menguar
Dalam mimpi kami, ia membusuk
Dan ketika terbangun, janji itu telah dirubung lalat
Kata mereka, tanah ini milik negara
Lalu siapakah kami?
Apakah tubuh kami serupa makhluk asing?
Bukannya tanah negara terhampar untuk rakyatnya.
“Tentu saja, jika engkau membelinya”
Mungkin negara sedang butuh bantuan
Dari kami yang makan dedaunan
Pasca digusur, kami tinggal di jalanan
Menjadi gelandangan, kira-kira begitu
Tatapan mereka, kami tafsirkan
Apakah ada pulang, bagi yang tinggal di trotoar?
Kami hanya ingin pulang
Meski tanah kami telah direnggut
Apakah jalan pulang disediakan,
bagi yang rumahnya hancur karena pembangunan yang beradab?
Kami ingin membangun peradaban
Yang sekiranya tidak akan digusur negara
Emperan toko tak cukup hangat
Di bawah pohon tak cukup teduh
Apakah ada pulang, bagi kami yang tidak punya rumah?
Bandar Lampung, 31 Desember 2022
Doa Orang Sahur
Wahai Tuhan yang tidak pernah lapar
Dengan sahur ini aku niat puasa
Anugerahkanlah rasa kenyang
Hingga tiba hari raya
Di meja makan para tetangga
Wahai tuhan yang tidak pernah kenyang
Dengan mi instan yang kubelah dua
Kumohon ganjal lambung ini
Sampai tiba waktu berbuka
Di halaman masjid raya
Bandar Lampung, Februari 2023
Doa Orang Lupa
Tuhan, ampunilah hamba
hamba sibuk menghisab
harta benda rakyat biasa
yang berjumlah tidak berapa
hingga hamba lupa
bahwa ada rubicon dan harley
di garasi rumah kami
Tuhan, ampunilah hamba
yang sibuk menagih infak
hingga lupa bahwa hamba
juga punya tagihan pajak
Tuhan, ampunilah khilaf
hamba, enggan peduli
atas slip gaji yang menumpuk di laci
Bandar Lampung, Februari 2023
Biodata Penulis
Imam Khoironi. Lahir di desa Cintamulya 18 Februari 2000. Masih mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa Inggris di UIN Raden Intan Lampung. Punya cita-cita jadi terkenal. Tidak terlalu suka seafood dan kucing. Penggemar mi ayam dan bakso garis keras ini suka nulis puisi, cerpen kadang-kadang juga esai.
Buku puisinya berjudul Denting Jam Dinding. Karya-karyanya pernah dimuat di berbagai online seperti Simalaba.com, duniasantri.id, negerikertas.com, ceritanet.com, nongkorong.co dan lainnya. Dan media cetak seperti Malang Post, Riau Pos, Radar Mojokerto, Banjarmasin Pos, Bangka Pos, Denpasar Post, Pos Bali, Bhirawa, dan lainnya. Puisinya masuk dalam buku Negeri Rantau; Dari Negeri Poci 10 dan banyak antologi puisi lainnya.
Ia bisa distalking di Facebook : Imam Imron Khoironi, Youtube channel: Imron Aksa, Ig : @ronny.imam07 atau di www.duniakataimronaka.blogspot.com.