DI PANTAI ITU,
KALA SENJA BERWARNA JINGGA
Di pantai itu,
Kita duduk berdampingan
Bicara ke mana arah tuju
Angin berhembus memanjakan rasa
Sengatan mentari di ufuk barat
Menghantar jingga, jadi bayang-bayang semu
Hari sudah senja
Cakrawala mengusir kami untuk pulang
Kelelawar beterbangan
Lampu jalan padam
Kau peluk tubuhku
Dalam laju jalanan
Begitu cemas
Sungguh mencekam
Matamu terpejam
Enggan menilik kegelapan
Kupelankan kemudi
Ingin rasanya tak sampai-sampai
Dalam kehangatan ini
Sungguh, senja penghantar imaji
Hari ini kau benar-benar punyaku, sayang
KALA MINGGU SIANG ITU
Minggu siang yang selalu kutunggu
Kala ibu memasak lauk asin, sambal petai, dan terasi
Mengaduk hasrat nurani
Kuhirup dengan pasti
Aroma pengantar lapar itu
Aku terbuai
Mataku terpejam
Menikmati aroma masakan Ibu
Begitu lahap kusantap
Suapan demi suapan
Kunyahan demi kunyahan
Sampai pada perutku yang terkoyak
Jadi santapan yang maha dahsyat
MENGULANG HARI YANG SAMA
Mengulang hari yang sama
Aku menatap nanar
Pada hari-hari yang membosankan
Siklus berulang
Mengganjal nalar
Membungkam bahasa
Pada omong kosong kata-kata
Betapa membosankan
Pada hari yang itu-itu saja
Pada laku yang itu-itu saja
Pada otak kepala yang itu-itu saja
Sungguh omong kosong yang berulang
Tanpa peningkatan krida manusiawi
Mengulang hari yang sama
Aku tertegun, melumat jari
Pada omong kosong yang membosankan
PAGI SENIN
Pagi ini mataku terbuka
Ayam berkokok kencang
Membangunkan seisi rumah
Angin datang jadi tamu yang beku
Siulan manja tetangga menghiasi pagi yang cukup sibuk
Pagi ini senin
Warga sibuk bersiap diri
Memupuk doku
Berjalan tertunduk
Mengamati arloji
Cemas kesiangan
Wajahnya pasi
Membayang tampang geram bosnya
Ibu asyik bersiap rumah
Cekcokan tetangga
Gunjingan tukang sayur
Juga kesibukan dapur
Yang cukup lain tiap pagi ini
Aku terbahak
Nikmati lawakan
Tiap pagi senin
PERJALANAN MENEMBUS TAKDIR
Aku berjalan menembus takdir
Dari untaian jalan-jalan tak berujung
Memikat rasa
Menyembur luka
Pada keseharian yang menyiksa
Warna-warni kehidupan membara dalam ingatan
Beserta lalu-lalang anak zaman
Berkalutan membuahi sel-sel keseharian
Berputar pada poros
Berlagu tampak pilu
Menyisa sorak-sorai
Pada kepiluan tak ada henti
Ilman Shafhan Jamil, yang akrab disapa Bass ini lahir di Sukabumi 23 Januari 2000. Selain menulis puisi juga menulis naskah drama. Instagram @ilmanshafhan.
*Puisi-puisi ini diambli dari buku antologi puisi berjudul “Pada Hari yang Itu-Itu Saja” karya Ilman Shafhan Jamil. Banyak puisi-puisi lainnya yang sangat menarik untuk dibaca di buku antologi puisi “Pada Hari yang Itu-Itu Saja”. Dapatkan bukunya (di sini) untuk mendapatkan potongan harga.