Ibu dan Aku
Masih jelas dalam ingatanku,
saat dingin malam dan hujan bersatu
Ibu selalu merapikan selimut
di kaki kecilku
Sebelum pagi meneteskan embun,
Ibu
selalu duluan bangun
Seragam Ayah licin hasil setrika
Sepatunya mengkilap di kolong meja
Ayah pergi pagi dan pulang saat
senja
Aku belum sekolah saat Ayah marah
Kedua matanya berwarna merah
Tangannya keras membanting
pintu rumah
Sejak itu kami berpisah
Ibu bingung mencari uang, untuk bayar
semua utang
Sedangkan kakak terkena narkoba
dan kabur entah ke mana
Mata ibu berkaca-kaca
dianggap Ayah tak bisa
urus keluarga
Padahal Ayah tidak di rumah
Dan tak pernah memberi nafkah
Ibu tersungkur dalam gulita. Tapi
tidak menyerah pada nestapa,
tetap percaya percikan cahaya
Disimpannya sekepal nasi
dan sekerat ikan asin buatku makan sehari,
sebelum dia pergi sampai malam hari
Anak-anak tetangga sekolah. Aku mengintip
dekat jendela. Berharap bisa seperti mereka
Bertahun-tahun Ibu pulang malam
Bau tubuhnya ikan teri. Walau letih,
semangatnya nyala api
Tidak seperti biasanya, suatu malam
wajah ibu tampak berseri. Dia mengambil
sebuah kotak dari atas lemari.
"Apa cukup buat sekolahku nanti?" tanyaku
hati-hati.
Ibu memelukku erat dan hangat. Tak kucium
bau keringat
Matahari mulai sinari rumah kami,
Ibu bisa jualan nasi. Pelan tapi pasti
usahanya maju sekali.
Pelanggan penuh setiap saat,
seolah digiring malaikat
Kakak pulang lagi. Kami selesaikan
sekolah hingga tamat kuliah
Ibu yang membesarkan kami
tanpa Ayah yang tak pernah
kembali.
2020-2021
Gemuruh Ibu
Pantai bergemuruh, angin bergemuruh
Rindu pun begitu bergemuruh
Tapi gemuruh rindu melebihi deru
ombak lautan
melebihi desing angin bukitan
Terlebih gemuruh rindu padamu,
Ibu.
Saat aku jauh, saat aku jatuh,
rindu padamu makin kukuh.
Juni 2020
Laut dan Ibu
Apa yang membedakan laut
dan Ibu?
Di kala malam laut sering mencekam
Dan bintang hanya bintik kecil
di kejauhan
Sedangkan Ibu, di kala malam
selalu disampingku, bintang seperti
mendekat. Mengantarku tidur dalam
pelukan hangat
Tapi,
laut dan ibu sama indahnya. Laut dan
ibu sama luasnya. Laut dan ibu penuh harapan
Laut dan ibu sumber kehidupan.
Juni 2020
Tak Mampu Sakiti Ibu
Sambil menyeduhkan kopi, istriku
bilang berulang kali:
"Jika mau kawin lagi, antarkan aku
ke rumah Ibu."
Sudah dua hari kotaku panas sekali
Sepedas sambal ulekan istri
Keringat menempel di kerah baju
Dan punggungku basah melulu
Tidak berat syarat itu,
tapi harus antarkan dia ke rumah Ibu?
Ya, ibuku
Ini yang aku tak bisa; membangunkan
luka lama ibu,
yang pernah dimadu.
1401019
Embun itu Sejuk Matamu
Embun itu sejuk matamu, Ibu
menatap lembut selalu
Bening menetes perlahan
bersama kokok ayam dan kumandang
azan di kejauhan. Mengajarkan
harapan
Di luar jendela, bulirnya menitik
setiap pagi
Sebelum dilenyapkan matahari
Embun itu hanya setetes di daun
Tapi aku rindu mengintipnya
sejak ku bangun.
1511020
Dedi Tarhedi lahir di Bandung 6 April. Buku kumpulan puisi yang sudah terbit: ‘Hidup Makin tak Mudah’, ‘Kereta Nisan’, ‘Ning’, ‘Dili tak Kembali’, dan ‘Ibu, Kota, Kenangan’. Buku kumpulan puisi ‘Ning’ masuk nominasi Buku Puisi Pilihan di HPI (Hari Puisi Indonesia) di Jakarta 2018. Diajang yang sama, buku ‘Dili tak Kembali’ masuk 25 nominasi sayembara buku di HPI 2020. Sehari-hari Om Dedi, biasa dipanggil rekan kantor dan kawan seniman di Tasikmalaya, bekerja sebagai PNS/ASN Pemkot Tasikmalaya di Dinas Polisi Pamong Praja.