HUJAN DI SEPERTIGA MALAM
Pukul setengah empat pagi angin memporak-porandakan hati ibu
hujan melubangi genteng kamarku, ruang tengah, juga ruang tamu.
Petir dan angin menari-nari di atap rumah yang rapuh
Ibu berdoa di bawah genteng yang rentan jatuh
Hujan dan ibu membasahi sekujur puisiku
Tegal, 2022
KAU KAH ITU
Datang dari entah,
serupa wajah kekasih
menyesap saripati sepi.
Kidung bersenandung, malam meraung: kekasih mendatangi ruang paling suwung.
kaukah itu, yang berbisik lirih di antara riuh rendah sanubari.
kaukah itu, yang bersembunyi di ujung-ujung puisi
Di kolong meja namamu kueja
Di ujung pensil kenangan kunukil
Di kata-kata kujumpai kau ada: dari bait ke bait, kau dan kenangan membersit.
Kaukah itu, kekasih
yang selama ini kucari.
Tegal, 2022
MERAYAKAN PAGI
:selepas isyroq
Burung berkicau, nuansa pagi terkenang
daun jatuh dibawa angin, bunga mekar dikecup lebah
Pagi yang cerah, kebahagiaan tercurah, dan semua tentang-mu tumpah ruah
di sudut hati yang paling basah
Pagi yang baik adalah pagi yang menidurkan kecemasan-kecemasan malam dan mensirnakan kerumitan-kerumitan di kantor paling sibuk bernama pikiran
Pagi yang indah adalah pagi yang tercurah di atas sajadah
"Tempat mengumandangkan impian, mentasbihkan harapan, dan mendawamkan keyakinan bahwa siang demi siang mesti kita niatkan untuk perang melawan kemiskinan"
Pagi demi pagi mari kita rayakan, kawan
Segelas teh atau kopi, sepotong roti atau sepiring nasi. Mari, kita rayakan dengan cara kita sendiri-sendiri.
Tegal, 2022
ZIARAH RINDU
Aku ingin ziarah ke masa lalu
Mengais puing senyummu, merapikan kenangan yang berserakan di halaman waktu, dan tak lupa mendoakan keselamatanmu
wahai engkau yang pernah singgah di sungguhku,
cintaku mungkin telah almarhum di hatimu, namun semua tentangmu masih berdegup dimimpi-mimpiku.
Tegal, 2022
SUDAH ASING
Sewindu sejak kau tak pernah lagi menjamah rinduku
kecemasan beranak-pinak di kepala
Lahir satu, di rahim derita
Lahir satu lagi, dibawa air mata
Siapa bapaknya? Rembulan bertanya.
Perjumpaan adalah bapak mereka, bapak bagi cikal bakal luka dan kenangan adalah ibu mereka yang melahirkan air mata juga bayi kegelisahan yang berbulan-bulan dikandung di ingatan
Rindu dendam, seisi dada berhamburan
---entah ke mana
Mencari pemiliknya, mencari majikannya.
Rembulan cerewet bertanya
tentang siapa yang lebih setia
Kau atau kesepianku yang tiap malam selalu ada
Kau atau air mata yang rutin membasuh seraut muka
Kau atau puisi yang lebih setia menemani lara
Kau atau? Sudah, stop!
Aku dan rembulan berdebat, bertengkar hebat. Aku pusing, rembulan hening.
Aku dan kau kini sudah teramat asing
Dan rasa yang dulu kita bangun, kini hancur berkeping-keping.
Tegal, 2022
KESAKSIAN CINTA
Demi malam dan 1001 kenangan yang tersimpan
Demi rembulan yang setia menemani kegelisahan
Demi angin dan angan yang telaten menghimpun kesedihan
Aku mencintaimu, kekasih
Lebih dalam dari malam
Lebih larut dari bintang-bintang
Cintaku, lebih qudsi dari ayat-ayat puisi
Demi pagi dan kicau burung di pikiran
Demi matahari beserta siang dan harapan
Demi terik dan hujan di semesta perasaan
Aku mendambakanmu, kekasih
Jiwaku Adam yang mencari hawa di gurun penyesalan
Sebab kau adalah separuhku yang hilang dari Tuhan
Aku tanpamu
Rembulan tanpa malam
Laut tanpa tepian
Penyair tanpa kata
Air mata tanpa bahagia
Kehidupan tanpa cinta
Demi semesta yang menampung segala cuaca
Aku ingin bersamamu dalam suka dan duka.
Tegal, 2022
PADA SUATU NGOPI
Pada suatu ngopi, wajahmu mengendap di cangkir ini
Ku sesap sesekali, sambil menunggu pagi
Bintang tertutup mendung, angin menghempas murung
kekasih tak pernah berkunjung
ke relung:
ke dasar paling suwung.
Rinduku telah mi`raj ke langit dan semua tentangmu terbersit di si hangat yang pahit,
Layaknya darah yang tak berhenti mengalir, kerinduan menitik getir dari hulu ke hilir
Takdir telah membaiatku menjadi penyair
Berdesirlah syair-syair: pada hati yang getir, pada titik paling nadir, dan pada engkau yang tak kunjung hadir
Pada suatu ngopi, tiap kopi akan ku sesap bayanganmu perlahan terserap
tiap kopi hendak kuseruput, wajahmu di ingatan tak jua menyusut
Di lorong paling senyap, aku larut
kutemui kau di dada paling dalam. Di ruang penghimpun kalam, kusadari kau adalah ketiadaan. Aku menyelam, aku tenggelam:
di kedalaman malam.
Tegal, 2022
IBU DAN TAMAN BUNGA
Di depan rumah, di taman sederhana
Pagi dan sore dirawatnya sepenuh jiwa
Bunga dan tanaman ia asuh sepenuh asih dan asah
Melati setulus hati, bougenville selembut sanubari
Sepulang kerja, dengan sisa daya yang ada ia kesampingkan rasa lelah
ditengoknya surga kecil di depan rumah
Itulah ibu: taman bagi anak-anaknya dan surga bagi keluarganya
Jangan sampai layu kembang di taman, nanti ibu muram
Mesti kasih siram dan pupuk, bunga mekar indah di pelupuk
Bersemi dan terus bersemi
ibu dan bunga di hati
Mekar dan mekarlah
sebelum layu dan menyatu dengan tanah
Ibu dan bunga
Semerbak di halaman dada
Ibu dan bunga
Mekar di pekarangan hati
Ibu dan bunga
Mewangi, lestari
Ibu dan bunga
Mekar, mewangi, abadi.
Tegal, 2022
Zidny Hidayat, pria kelahiran Tegal yang saat ini tercatat sebagai karyawan di salah satu perusahaan jasa di Jakarta. Beberapa karyanya pernah hinggap di sejumlah media dan antologi puisi bersama. Sapa ia di Instagram: @zidny_nhyz dan Facebook: Zidny Hidayat.