Kali-Kali Bapak dan Lain-Lain

02/08/2024

 

Wanita Dandang Pariuk

Tidak ada memang,
Kepandaian lain wanita yang hampir setengah abad itu
Selain mendendangkan kecintaannya di ruang belakang rumah
Ramuannya dirapal pada tiap asap kepulan

Terlalu lusuh, kupandangi atap rumbia belakang
Dimakan asap-asap gelap; tiap-tiap hari. Senantiasa berhiasan lawah
Dalam berapi-api kemudian, dituangkannya cinta pada tungku-tungku penanak
Kayu dipondok sudah termakan air hujan rupanya
Seketika mengepul
Asap kecintaan, asap kasih sayang; dikata orang
;yang bukan orang berada.

Wanita lusuh kemudian bergegas
Mengumpulkan para buah hatinya
Menikmati rebusan ubi jalar liar belakang parak tanah pusaka, 
nasi putih yang ditanak dandang pariuk, juga daun singkong yang baru pucuknya saja.

Padang 2024


Wanita Dandang Pariuk (II)

Selesai menikmati ubi jalar dengan para buah hati,
Wanita dandang pariuk bergegas pula dengan songkok hitam dikepala
Turut serta dengan beberapa alat kerja yang penuh arang pinggulnya
Ditata rapi dalam karung goni bekas; pariuk dandang, kuali lusuh, dan kancah rendang 
diikat tali rapia berwarna

Uni Haji butuh seekor kambing guling dan seekor jawi yang hendak direndang
Meminta suruh pada wanita dandang pariuk yang masyhur dengan kerja dapurnya
Adat hilir memang, 
Adat orang berpunya, kataku!
Apa-apa kerjanya tinggal gesek kantong saja

Wanita dandang pariuk memikul goni lusuhnya
Sembari berdoa, anaknya tidak bernasib sama

Padang, 2024

 

Toples Kue Ibu

Hanya tersisa sepekan lagi rupanya,
Pekan terakhir dalam kalender kelaparan tahun ini
Adik mengelilingi pasar sepenuh hati, melempar mata bebas kanan kiri
Kata Ibu, sebagai ganjaran puasa sempurna
Pasar kian rami sorak-sorai penjual baju bekas, baju baru, baju rayo 
Sebelah kiri, lapak penjual bumbu randang, lengkap dengan kancah dan alat pengacaunya
Sebelah kanan, khusus lapak daging segar 

Adik menunjuk-nunjuk pada baju bermotif pisang warna kuning
Menangis minta dibelikan
Lagi-lagi kata Ibu, sebagai ganjaran puasa sempurna

Geser sedikit ke dalam, kutemui aneka bentuk kue rayo di toples kaca mahal
Komat-kamit mulutku yang pucat merapalkan segala pinta kepada Ibu
Tapi Ibu jawab dengan lemah:
“Hanya tersisa pembeli daging setengah kilo saja, nak”

Padang, 2024

 

Toples Kue Ibu (II)

Alas kaki di depan pintu rumah kami sudah lebih enam pasang
Beberapa kerabat Ibu bertandang, juga kenalanku semasa sekolah
Seraya mengantar beberapa kawalan fatsun istiadat beraya

Ibu datang dari dapur
Membawa beberapa gelas minuman dingin, setengah berwarna merah sisanya hijau
Beberapa kerabatnya tak kukenal dekat,
Karna jarang memberi amplop raya dengan nominal besar 
Beberapanya lagi, senang kubuat pura-pura lupa saja
Karna tiap tahun tak pernah alfa menanya, kapan kau dipinang orang kaya?

Ibu memandatkan agar mengeluarkan toples plastik yang tersimpan di atas lemari
Pertanda rumah kita juga ikut ber-raya
Dalam langkah ragu, penuh malu-malu
Kulihat isinya, 
Rakik dan rengginang tertawa padaku. 

Padang, 2024

 

Kali-Kali Bapak

Bapak sudah mengeja kepada Tuhannya kepetang subuh
dua kali, tiga kali, lima kali
Bapak sudah bertapa lusa yang lewat
enam kali, tujuh kali, sepuluh kali

Demikian pun Aku,
sudah kembang-kempis benak ubun dibuatkannya
meraba-raba antara ventilasi kosong udara

Kali-berkali lewat beberapa kali,
Menertawai kami yang terperangkap dalam pagu-pagu atap rumbia
Beberapa pasang ekor nyamuk telah sedia menyantap
kulit bapak yang lusuh pedih bau keringat

Beberapa tetes gerimis mengecap wajah kami,
yang tengah merapal mimpi di bawah atap terpal persegi
Mimpi agar dapat bersekolah tinggi
Walau atap pagu belum juga bapak benahi

 


Rosidatul Arifah, Mahasiswi aktif Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas. Beberapa karyanya telah dimuat dalam berbagai media cetak dan platform digital. Bisa dihubungi lewat Email : rosidatularifah578@gmail.com.