Posong
: Muhammad Agung
kau titipkan ruh dalam sadarku
rikala malam masih menggantung di langit
kota yang lelap ini
menasbihkan perjalanan kita
di pintu masuk sebelum mengembara
kecemasan berjejer di antara jalan berbatu,
di antara halimun yang pasang
dan di antara patah langkahmu di tanjakan
aku mengenang peristiwa itu dalam lamunan,
dalam lantunan subuh yang bertubrukan di udara
menari agar gigil undur diri
mulai mendaki, saat jingga mencakar gulita
inilah akhir dari perjalanan
mentari telah menyublim kebekuan
pulang, melambai tangan pada cemara dan tembakau yang hana
tak lupa merekam gambar diri dalam fotografi.
Maguwo, November 2021
Peristiwa Merindukanmu
kerling matamu tertanggal
di antara rimbun bunga-bunga
duduk di pematang taman,
kau pastikan kebekuan tak jatuh
di punggungku malam itu
saat halimun berangsur turun
sudah hampir sepekan
aku hanyut dalam kerinduan
peristiwa merindukanmu
tak pernah sebegini pilu
pulang dan peluklah hatiku
kasih, kehilanganmu sungguh ambigu.
Maguwo, November 2021
Kesepian Adalah Sajak Paling Nelangsa
telah lama tak semuka
masihkah di meja kerja itu
kau jahit pakaian
yang nantinya akan selalu aku kenakan
kesepian hadir sebanyak gugur hujan
pagi ini, kutemukan kau berbaring di langit
membandingkan pada tubuhku
hangat mentari atau gambaran dirimu
yang sampai di tanah hatiku.
Maguwo, Desember 2021
Tempat Pulang
waktu telah beranjak
menabuh genta rimba
tempat diri yang lelah kembali
menyembahkan hidup
riuh di udara
petunjuk pulang ke pelukan Tuhan
langit bersemu kesumba
tapi tubuh diselimuti dosa.
Maguwo, Desember 2021
PHK
selamat pagi peraduan
kudengar ayam berkokok
dan kesiur bambu bertubrukan
mentari mencakar gulita
saban hari berkencan lamunan
keberadaan hati yang lelah ini
telah melukis gunjingan
pada bibir pendatang
jika malam dapat kujelangi
nanti, ingin kurebahkan diri
dalam hamparan mimpi yang ritmis
terus berlarian di sana.
Maguwo, Desember 2021
Lembur
Seolah waktu
akan terus berguling
di tubuh hari
Merekam tangan
di lembaran janji
seperti menemukan
Tuhan yang baru.
Temanggung, Desember 2021
Tahun Baru
Tak kudengar lagi bunyi trompet
bersahutan di udara
Api yang mengembang
musnah dilindas hujan malam
Tubuh-tubuh akan pulang
ke peraduan
Pesta berlangsung
di dalam mimpi.
Temanggung, Desember 2021
Tahun Baru(2)
kenangan muram lekas dibakar
serupa jiwa yang duduk di meja kerja
menggenapi hitungan dengan banyak jahitan
sedang tubuh di peraduan
lanjutkan mengembara
yang seolah selamanya
kenangan baru di pendiangan
apakah kita dapat menikmati
ketika ia akhirnya masak
dan waktu selalu jadi misteri
yang penuh kejutan.
Temanggung, 01 Januari 2021
Ibu
aku melihat firdaus yang indah
pada sepasang matamu.
Temanggung, 09 Januari 2022
Surat Bagi Ayah
(lukisan kerinduan)
Sejak kau tinggalkan rumah
begitu banyak kecemasan yang tanggal
punggungmu lingsir di senjakala
perahu berlayar menjelangi mala di udara, di rumah-rumah
Seperti ketika belia
aku hanya ingin tidur di dadamu
memasung tubuhmu dengan keengganan
setelah lelap mimpiku
Yah, di dermaga ini telah aku tasbihkan
merapal namamu pada sujud
bagi hatimu yang sufi
menunggu engkau mentas dari pertikaian
Yah, perahu bercadik itu jadi wasilah
sore ini menghitung waktu kepulanganmu
Yah, aku tak ingin kau bawakan permata
aku hanya ingin telaga indah pada sepasang matamu.
Temanggung, 30 Januari 2022
Aris Setiyanto menulis puisi-puisi gelap. Hobi menyanyi. Buku puisinya, Lelaki yang Bernyanyi Ketika Pesawat Melintas (2020) dan Ketika Angin Berembus (2021). Instagram : @aris.nohara Email : arisnohara00@gmail.com WhatsApp : 081227080052