Mendengarkan City Pop, 1
Nina Atsuko - Wonderland Yuuyami City
tiap kali mendengarkan city pop
aku merasa semua yang kuketahui
semua tentang kota, tentang kesepian
tentang matahari jam setengah 6 sore
di atas bising
yang membatu di dalam
minuman-minuman kaleng
dalam vending machine
yang kekal, yang mungkin berasal
dari surga dengan interior gaya 80an
Tentang kerumunan orang yang sebenarnya
tak ada
hanya gerak-gerik screensaver
berleret-leret menyangkal apa yang nyata
Yang nyata menjadi tak ada
orangtuaku tidak pernah bertemu
tak pernah ada pukulan, teriakan,
lengan kaki terkulai
air putih sesak napas terjebak
pikiran sendiri
mereka hanya tokoh masing-masing
dalam cerita yang lain
yang bergerak-gerak berdansa mungkin
bersama bayangan oranye
lampu jalan jam 7 malam
ketika pulang kantor atau
habis kelas malam
di sebuah kampus kota besar
bungkus-bungkus snack yang membisikkan
kejadiannya sendiri
yang bukan ini, terisolasi dalam adegan jauh
yang bukan di sini
yang sangat-sangat hening kecuali
Bahwa yang nyata tak perlu ada
Kota-kota, sepotong musik di jendela lantai 12
bayangan: yang nyata hanya bayangan
berbaring di bawah kaki seseorang
yang sedang kehausan
di jam-jam tertentu
dalam putaran lempeng vcd
yang tak begitu tahu
bahwa yang nyata tak perlu ada
sepertiku. Tak perlu mati. Tak perlu bunuh diri. Tak perlu bermimpi
aku tak pernah di sini. Atau tak perlu.
Mendengarkan City Pop, 2
Titi DJ - Hadirmu
mari memikirkan diri sebagai
sosok pekerja kantoran
di panorama melambat
grafik kejayaan tahun 80an
atau semacam awal 2000an
sebagai sesuatu yang serupa
yang sekadar ditaruh:
geworfenheit* di sebuah meja kafe
berwarna pastel
dengan segelas minuman kalut
berpancarkan
wangi yang terputus
dari interior asal mula
berputar-putar
dalam omong kosong rencana bisnis
proposal rumit pembangunan
sketsa-sketsa bagan tanpa judul
huruf-huruf menyublim ad
infinitum ad infinitum
Diri tersebut boleh dianggap
memiliki semacam kewarganegaraan
tapi tak usah juga
Dan kafe atau entah apa pun
kehampaan ini
yang tidak lagi diasuh sains
bisa dipikirkan ada
di sebuah negara
yang sudah menyelesaikan
semua babak revolusinya
termangu di ujung resultan
tidak lagi berperang atau kolaps
oleh deflasi dan rudal-rudal
Yang kota besarnya membosankan
tiba-tiba hening, kadang
dengan cara yang aneh
kejat dan dingin
Dan orang-orangnya kadang terhapus
dari segala koordinat
oleh kuasa entah
sehingga diri kadang merembes
ke dalam kini
yang bukan kini
Kepada sekarang
yang bukan sekarang
*geworfenheit, dari filsafat Martin Heidegger dalam bukunya Being & Time, mendeskripsikan eksistensi manusia sebagai "thrownness". Jika diterjemahkan secara harfiah, bisa dikatakan "keterlemparan, keadaan terlempar" , yaitu ketika seseorang lahir ke dalam keberadaan yang telah dikelilingi situasi dan fakta-fakta sirkumstansial tertentu tanpa dapat dipilih.
Layar Jeda
kemudian hal-hal dalam benda-
benda
semakin tertutup suara hujan
Misalnya jam-jam yang menghampiri
tanaman hias kolam renang
jam-jam
lalu malam-malam semu
yang tahu mengapa timbul kabut
dari sela-sela mainan
malam yang sebenarnya
sukar ditemukan karena mungkin
tak pernah ada
seperti stoples kacang almond
dari masa kecil seseorang
ketika hujan sedang tidak bersuara
Menyelimuti iklan-iklan televisi
di ruang tamu yang terdampar
Cuplikan gedung di suatu panjang petang
Ditinggalkan
oleh waktu-waktu jam
Parkiran kontrakan kosong
yang entah ke mana
entah seperti apa
orang-orang rahasia
yang pernah menyewanya
Sebab-akibat belum ditemukan waktu itu
Waktu itu memang sering disebut zaman yang gaib
Guguran suatu rumor tua
Disinggahi lubang hitam
atau sumur terlarang
yang entah apa bentuknya
yang pada beberapa hari
batal ada
Bunga matahari
dalam diorama.
Semakin sulit
menguak kehampaan
menelusuri pejal aljabarnya
atau apakah satu dua orang saksi mata
memang benar-benar
pernah ada di sana
Halte Berikutnya:
Tibalah suatu saat
tanganku
tak bisa merasakan
bagaimana sesuatu patah
atau suatu hal lain tumbuh
Membawaku pulang namun
terlalu tiba-tiba sebuah kota
meletup di depan wajahku
Langit gelapnya asing
orang-orang asingnya
berjalan mengikuti angin, bertiup
ke arah yang salah
karena anginnya dapat kulihat
(namun orang-orang asing itu
seperti melihat menembus laju riwayatku)
Dan kutanya seorang perempuan muda
memakai setelan yang bersih sekali
di pinggir cabang sebuah jalan
"Apakah ini jam 2 pagi dan
mengapa hidup terasa samar di sini?"
Ia menengadah sebentar untuk bergumam
"sesuatu yang besar
sedang terjadi"
kudengar dan dengan sedikit lebih keras
kucoba temukan siulan kota ini
atau garis-garis khayalan apakah
memang ada
di atas menara-menaranya
sesuatu yang belum sampai tapi perempuan
itu tiba-tiba bangkit dengan bisu
Juga anak-anak dan orang tua dalam rumah-rumah bertingkat
dan orang-orang asing dan bayangan-bayangan mereka
yang perangainya serupa
serbuk asbak dan bunga
Kebekuan dalam foto koran
Kebekuan yang terasa menggaris
bagian-bagian diriku yang seperti hilang
tapi kupegang wajahku dan aku terperanjat
karena apa yang terasa itu
seperti nyata tapi
jangan-jangan tak ada
Spooky Action at A Distance
Mungkin. dunia kelabu
kantuk restoran. aroma jeruk
lantai berapa
hujan tak pasti
Digenapkan bolongan
yang bicara padaku
soal reka ulang
padahal baru saja kulalui
Zaman ini yang adalah
Rekaman sebuah hari
desain kursi sederhana
Yang tak ke mana-mana
mengingatkanku pada bayangan pohon
bulir-bulir desir
ketika lengah
entitas ilahi yang gagu
berkimbang bukan sesuatu
:Gejala saja
Orang-orang di meja makan
mengalami guncangan tanpa muka
memadat di suatu selat doyong
antara diri mereka dan diri mereka
Bagaimana
Menjelaskan itu pada seorang teman
di ujung gelombang lain telepon
Baru pulang, entah meletakkan kunci
apa
ternyata
aku tak pernah mengenalnya
"Ke manakah hari ini?
Bagaimana kelanjutan obrolan
waktu itu?"
Kupikir pernah terjadi pertanyaan macam itu
Di terminal. bandara dingin dengan kios-kios.
siapa berjalan terus?
siapa berjalan terus
meski bukan aku
jam 12 berawan
bukan. aku di luas
kurvatur
marmer infinit
bukan aku di elevator
musiknya yang
entah kapan mulai
diam sekali
acara malam di televisi
kapan selesai
"halo? halo? mungkin. aku takut
aku seperti aku tapi
aku takut. aku terlalu
seperti aku”
Jonah M lahir di Jakarta, 1995. Suka menulis puisi dan menyukai lukisan surealis. Akun Instagram: lumis.eterne