Inilah Untukmu, Sayangku
Sayangku, inilah puisi
inilah hati
ini kebenaran diri
untukmu
yang aku sendiri tak tahu
dan kenapa
bisa aku cinta padamu?
Sayangku, inilah puisi
inilah hati
inilah kebenaran diri
yang nongol tiba-tiba
dari bawah tanah
kesadaran jiwa
merasuki fisika makna
dan melahirkan cinta.
Sayangku, inilah puisi
inilah hati
inilah kebenaran diri
yang aku menangkan
dari perang panjang
kemustahilan.
Sayangku, inilah untukmu
halaman hidupku
yang telah berdebu
atau kehilangan nafsu
tapi, maukah tinggal di situ?
Sayangku, inilah puisi
inilah hati
inilah kebenaran diri
untukmu
yang aku yakin kau pasti butuh
sesuatu yang kusebut cinta itu.
Jakarta, 2018-2019
Memahami Cinta Dari Lagu Cinta Iwan Fals
—Mencari apa yang dicari,
Menunggu apa yang ditunggu
Aku merasa dikejar waktu.
satuan irama lagu Iwan Fals
berserakan sepanjang jalanan
Tangsel—dan dalam kebisingan lirik itu
ukiran luka memisahkan benci dan cinta.
b
u
s
e
t
kepalaku berisik sekali—
apa salah lelaki memahami ini?
kenangan datang-pergi
dan berbagai perasaan
memutar suara Iwan Fals lagi.
aku merasa bisa menyatu dengan kata.
aku merasa mengerti dirimu
dan jiwaku yang kacau tak karuan,
menjelajahi kedalaman malam yang tak terhingga.
apa salahnya bila lelaki hatinya patah?
apakah ini bukan bagian dari norma manusia?
segala hal pergi—hidup terasa sia-sia—
saat lelaki harus menahan segala yang pecah.
di ujung jalan itu-aku melihatmu-
seseorang yang tampak seperti engkau,
duduk di bangku, menatap Billboard,
sejenak udara mengelabui mataku,
tak lagi bisa kubedakan keaslian dirimu.
di situ juga—waktu itu—cinta merampas tubuhmu
dari lagu Iwan Fals itu,
menghilang ke kebisingan,
seperti bayangan diri yang membingungkan.
sungguh—
aku ingin mencari suara
kebisingan yang
memurnikan benci dan cinta
di kepala
di jiwa.
2024
Mengingat Wajahmu
Kuingat wajahMu,
dan kuingat tempat itu:
bersinar darah merah muda.
Dan kematian hatiku,
mulanya rasa tak mampu,
lalu malaikat berbaring di angkasa,
menurunkan bahasa tanpa makna
di keheranan yang membuatku tak ada.
Kuingat wajahMu,
dan kuingat nafsu bergairah,
bergerilya, di dunia tak bernama.
Dalam dirimu terkurung serigala,
dan puteri negeri purba,
yang menangis di bawah pohon mangga.
Astaga, merdunya suaraMu!
Dan aku menyesal,
karena aku tahu!
Astaga, kuingat wajahMu!
Dan kulihat utopia,
lalu anugerah datang
dari mata berkilatan,
dari darat dan lautan,
yang merampas malam
menjadi duafa
karena rindu tak berarti apa-apa!
2021
Memori dan Imaji (10)
telah kering cerita. hanya cerita.
aura dan kemesraan tertawa.
Ya! hanya cerita. hanya kering dan luka.
aliran ciuman. getaran pelukan.
hanya cerita terbawa suatu pesan
berdenyut di ujung mata, kesedihan.
ingat! aku tak sedih
hanya saja aku terlatih.
telah kutantang kegelapan
yang bersengketa di kediaman
terdalam hatiKu.
dan telah kering cerita. hanya cerita.
Tuhan hanya menyukai kebaikan
dan kita hanya sejumput doa yang terabaikan.
telah kering cerita. hanya cerita.
kita telah sirna, dan sia-sia.
rupa waktu mirip wajahMu
namun cerita terkekang dan malu-malu
dan ada makna tersingkap di kata-kata...
ya. telah kering cerita. hanya cerita.
2024
Perahu Retak
kuhelai perahuKu ke tubuhMu
sebelum tenggelam dalam kekacauan masa silam,
tergelincir masa depan, dan godaan maut yang membara.
aku berpikir untuk karam, menanggalkan akal sehat,
melawan fisika keajaiban yang tak kasat mata.
tanganku menggenggam lukaMu
—di dekat layarMu yang meregang menjauh,
angin Januari menusuk kalbu naik-turun tak menentu...
aku terkecoh oleh kehangatan bibir nerakaMu,
terbakar-lebar dalam api, tersesat dalam mimpi.
bibir-bibir itu memuntahkan amarah, hati mengucur darah.
perahuku menangis, mengarung menuju tubuhMu,
tanganKu berjuang menahan kehancuran kita,
untuk menopangMu perahuKu retak,
terombang-ambing dalam laut amarahMu,
cahaya pudar di cakrawala hati.
1445 H
Stanza Diri
: Aku adalah orang lain – Rimbaud
aku melihat mataKu mengambang di lautan keramaian,
mata yang terombang-ambing, tergeletak dalam ancaman.
orang-orang menatap mataKu, melayang di jurang gelap,
melewati cahaya prihatin yang gagap.
nyali yang terpaku, terkikis di pusaran massa,
terberkatilah revolusi arwah leluhur,
senyum tipis dan arogansi manis yang menggoda,
seperti berhala, menyeringai dalam cerminan mata.
berdosalah mata pria yang meledek tangisan,
tak mampu menepis seluruh kepastian,
dan menatap mata gelandangan dengan gentar,
seolah waktu adalah mata yang tercecer.
bahagia dan sedih, tanpa emas dalam kantung,
godaan jahat bersemayam di mata penyair,
orang-orang tanpa rumah, terlunta-lunta,
menunggu mukjizat yang menakjubkan, tak berkesudahan.
aku melihat mataKu mengambang di lautan keramaian,
mata yang terombang-ambing, terhanyut dalam ancaman.
orang-orang menatap mataKu, melayang di jurang gelap,
melewati cahaya prihatin yang pengap.
1445 H
Ahmad Rizki, menggelandang di Tangerang Raya. Sekarang menjadi buruh harian lepas buat menutupi hidup sehari-hari, dan sesekali belajar sastra, seni dan disiplin sejenisnya. Korespondensi: ahrizki048@gmail.com & Instagram: @ah_rzkiii