Menyapa
Kau bilang padaku, tidak bisa memberikan senyumanmu di pagi hari.
Tidak untuk kali ini.
Hendak apa kau berbuat demikian?
Lagi pula tidak ada timbal balik yang sejalan.
Waktunya sudah habis.
Terserah, jika kau ingin pergi (lagi).
Mungkin kau menemukan kepingan dari diri ini.
Namun kini waktu tak tepat untuk saling berbagi.
Bias
Tujuan pertama hanya sekedar untuk mencari teman.
Dirinya tidak pernah benar-benar jatuh cinta dengan sesuatu sampai rela menghabiskan waktu.
Tapi kau berbeda, jujur dia berkata.
Namun, kau pun bersikukuh, enggan untuk merusak ideologi hanya karena kau yakin aku adalah orang yang tepat.
Dia paham dan yakin, kalo aku hanya menganggap dia sebagai teman yang baik dan senang berbagi.
Tak pernah terbayang untuk menjalin hubungan bersama, membangun mimpi, bahkan memikirkan untuk bersenang-senang semata, dia menanggapi
Memang sulit dicerna, jika sebuah hubungan yang didasarkan atas perasaan tulus, tanpa adanya ikatan, rasanya hampa.
Aku bukan orang yang berperasaan, ungkapnya.
Dia mengaku, sudah banyak memanipulasi diriku selama ini.
Secarik kalimat-kalimat terakhir yang ia gambarkan, aku sangat rapuh, sensitif, terlalu naif dan pesimis.
Dia berasumsi, banyak kekuatanku muncul dari keburukan orang lain, baik itu dendam, kebencian ataupun kekecewaan.
Kendali Jauh
Menyapamu dalam bingkai titik temaram
Yang disalurkan oleh embusan angin malam
Berharap mengetahui apa yang ada dalam benak
Namun sayang rasa ini begitu tersentak
Kabar yang tak kuharapkan terjadi
Mungkinkah kau pergi meninggalkan dimensi ini
Ataukah diam-diam kau mengalami amnesia dini
Manusia macam tak punya etiket diri
Kau bilang aksa bukan perihal yang harus ditakutkan
Namun kali ini aku prihatin mendengarkan
Benda hitam berisi rekaman
Menceritakan kisah tentang pelaminan
Tentang Aksa
Aku ragu jika kita mengikat dengan jarak yang begitu jauh
Bagaimana jika kau mematahkan itu di tengah perjalanan?
Akankah kau mau sedikit saja meluangkan waktumu,
Hendak menanyakan kabar satu kali dalam seminggu
Maaf nona, tuan sibuk di sini.
Rupanya bertemu dengan gadis tinggi semampai penuh dedikasi
Dia orang terdekat pengganti diri yang ditinggal pergi
Memang aksa tak bisa aku salahi
Tenang nona, rupa senyum, raut dan aksennya serupa denganmu
Menohok kabar tersebut, realita yang seolah begitu semu
Tidak habis pikir, manis sekali kau dengan perkataanmu
Menderu biru namun nahas begitu haru
Kalimat itu
Laga Tenteram
Tadi dia bercerita mengenai dirimu yang jauh di pelupuk mata
Kabarnya bahagia mendengar diriku juga setara
Apa kabar rasa, masih kah ada?
Apakah sudah sirna ditelan nestapa?
Episode jarak lagi ya?
Tidak kah kau merasa bosan mendengarnya?
Kau bosan, mengapa kau tak tuntut sang waktu?
Jika kau mau, coba saja lakukan.
Siapa yang bersabar, akan menuai hasil yang berbinar.
Masing-masing dari kita akan mundur, seleksi alam.
Setelah di penghujung kisah, mengetahui kita pun terdiam.
Atau kah terjadi alur balik?
Tidak ada tikam-menikam?
Priscilia Tsany. Nomor HP: 08990734146. Instagram: @prisciiil