Di Hadapan Pasrah
Lengking suara takut
Hampir membunuhku secara perlaha.
Terdengar langkah kaki seorang yang berpaling perlahan, tanpa pamit tanpa meninggalkan sepucuk surat perpisahan.
Ia beranjak setelah nafas terisak dan suara mulai tiada
Tidak terdengar sayup-sayup suara halusnya
Kian jauh matanya melepas dari pintu hati
Kian hari kian jauh kabar terdengarnya, hingga rabun sudah tak pernah hadir untuk sekedar menyapa luka yang nganga.
Ia meninggalkan kenangan dan genangan
Di hadapan pasrah, aku tak bisa; biar saja aku dikutuk waktu terus berputar di kepergian.
Menjelma
Aku ingin menjelma mata sayumu, mengendalikan segala hal yang dapat membuatmu menangis, karna aku benci air mata.
Bisa aku sesekali hadir di dalamu, di dalam dirimu, mimpimu, bayangmu, segalanya.
Sesekali aku ingin menikmati bagaimana rasanya dihangatkan dalam dekapan, dihidupkan dalam gelapnya malam.
Di dalam dirimu,
Aku ingin hidup lama, selama bagaimana kita saling bertukar cerita dan luka
hingga aku mati bahagia di dalam dirimu.
Di dalammu ada hangat yang tak pernah aku dapat.
Ada harapanku yang sengaja aku tinggalkan di sana.
Biru
Lebam sedalam palung
Menerka cerita dalam yang telah bertumpuk hanya tentangmu.
Aku menempuh jauh tak mengenal arah, hanya ada marah dan peluh mengelilingi tubuhku,
Jika ada yang benar-benar dapat meredam semuanya
Mungkin itu hanya kau sebagai pembuat onarnya
Singgasana yang kupersiapkan sedemikian rupa
Di leburkan hanya dengan dua bilah kata
“ aku pergi “
Misteri
Mempestakan segala duka
Aku tiada menikmati luka yang kau berikan
Aku menikmati semuanya
Mengundang rekan dengan menyajikan mereka segelas air mataku yang baru saja aku peras setelah kepergianmu.
Lengkap sudah tamu undangan yang aku hadirkan pada pesta menikmati kepergianmu
Karna aku enggan larut dalam dirimu,
Aku enggan jatuh pada luka yang menganga.
Memang benar saja
Kepergian tidak harus ditangisi
Ku sajikan saja dukanya dan melapangkan dada atas sebuah kepergian
Raden Muhammad Zaidan, Instagram : @sir.aden