Pesan Puisi
Aku harap, temu yang singkat
Tak akan memberimu luka yang abadi
Meski perpisahan
Bisa saja mangkir
Dan berkhianat pada dinding-dinding waktu
Kita mahir berjabat tangan
Tapi tak mahir menangguli derai air hujan di matamu
Kita pun mahir membaca pesan
Tetapi tak mahir menyeka rindu
Yang suka mondar-mandir di belakang kepala:
meniup ubun-ubun
Kau tahu, ingar-bingar pagi itu
Membekas di bilik-bilik jendela
Tempat kita memandang kenangan
sebagai peringatan
sebuah kehadiran kecil
Sehingga pada hari ini angin redam
Menyambut perayaan
Kaca pecah, lantai basah, lagu-lagu sedih :
dinyanyikan
Tawa redup, cahaya dipenuhi titik-titik hitam
Dan tangis tumpah memenuhi balai
Sampai jumpa
SMP N 2 Bandar Lampung, Oktober 2022
Menggali Kubur Kita Sendiri
Aku melihat pagi sebagai
Lembaran kertas putih
Di sisi yang gelap di seberang tanah gersang
Aku membayangkan
Hidup hanya sebatas menggali kubur
Di savana maha luas
Kekeringan memaksa kita bekerja keras
Rumputan menguning dan kau tau
Betapa dalam hidup yang kau tempuh
Demi mengubur diri sendiri
Hingga pada akhirnya
Kau tau cinta hanya selembar kain
Yang mengikatmu
Dan menyembunyikan luka-luka
Bandar Lampung, 31 Desember 2022
Suatu Hari
Suatu hari, kita akan pergi
Meninggalkan janji-janji
Sudah sewajarnya
Sebagai manusia
Adakah cara untuk menafsirkan kepulangan
Selain dengan rindu
Bagiku ia adalah kain kusut
Dari rangkuman benang-benang
Yang dirajut tanpa hati-hati
Hingga banyak darah yang menetas
Dari jemari yang lentik menulis kata pisah
Sampai nanti, kita akan tidur di pangkuan ajal
Epigram yang lusuh datang
Dan menagih lembar demi lembar
Catatan yang kita sembunyikan
di belakang canda tawa
di balik punggungmu
yang selalu mengumpat
menangis di bawah meja
Saat hari itu menjemputku
Kau harus bergembira
Karena, ada harga
di saban luka yang mengering
ada makna yang harus dibayar
UIN Raden Intan, 7 Maret 2023
Anomali
Barangkali, jika engkau berkenan
Aku ingin menitipkan desember
Untuk kau mandikan
Kau tak perlu susah payah membuka bajunya
Dia telah bertelanjang sejak lahir
Desember begitu kering, Kekasih.
Tahukah engkau, jika rindu-rindu
Yang ditumpuk dari tahun baru
Sejak hari pertama
Yang penuh suara ledakan
Telah menguning
Desember, 2022
Koma
Ketika mencarimu, aku membayangkan
hidup akan berhenti sejenak
nafas yang biasa keluar masuk
akan mengendap di dasar
harapan-harapan yang pudar
Adakah? Di sudut kanan
tak kudengar detakmu
meski kau sering menyapaku
di pertengahan jalan
menuju persimpangan
Kita akan datang
Kita pasti datang
Tunggu sebentar,
Ada laut yang harus dikikis ombaknya
Ada sungai yang harus disusuri arusnya
Apakah kau benar-benar ada?
Sementara di ujung kisah ini
kau entah di mana
apakah hidup harus mereda
untuk merenungi nasib
dan kembali untuk menghabisinya
Tidak, kita akan pergi
sebentar lagi
jeda ini seperti nafas : ,
agar kita terbiasa
dengan jeda yang lebih lama : .
Bandar Lampung, Maret 2023
Imam Khoironi lahir di desa Cintamulya 18 Februari 2000. Masih mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa Inggris di UIN Raden Intan Lampung. Tidak terlalu suka seafood dan durian. Penggemar mi ayam dan bakso garis keras ini suka nulis puisi, cerpen kadang-kadang juga esai.
Buku puisinya berjudul Denting Jam Dinding (ada di tokopedia). Karya-karyanya pernah dimuat di berbagai media digital seperti Simalaba.com, marewai.com, cerano.id, kawaca.com, scientia.id, milenialis.id, duniasantri.co, mbludus.com, suarakrajan.com dan lainnya; dan media cetak seperti Malang Post, Riau Pos, Radar Mojokerto, Banjarmasin Pos, Bangka Pos, Denpasar Post, Pos Bali, Bhirawa, dan lainnya. Puisinya masuk dalam buku Negeri Rantau; Dari Negeri Poci 10 dan banyak antologi puisi lainnya.
Ia bisa distalking di Facebook : Imam Imron Khoironi, Youtube channel: Imron Aksa, Ig : @ronny.imam07 atau di www.duniakataimronaka.blogspot.com.