Pulang dan Mimpi dan Lain-Lain

30/08/2024

 

Pulang dan Mimpi

Kupatahkan rima-rima tak beraturan dari kumpulan puisi kehilangan,
kedatangan dan kepulangan;
hanyalah dua hal yang mampu berakhir oleh perasaan.

Kau tidak bisa berjanji,
dan aku tidak bisa menepati.
Kita hanyalah dua kumpulan ego yang berusaha mewujudkan imajinasi;
dan dari sekian banyak kesakitan, seluruhnya selalu dipendam dalam diri.

Kita benar-benar dibunuh oleh waktu,
diburu kesakitan paling dalam dari bentuk cinta paling diam.
Mungkin aku masih mengingatmu sebagai jalan pulang,
tapi mungkin tidak denganmu yang lebih cepat mahir untuk melupakan.

 

Doa

Tenggelam aku dalam palung yang khidmat,
dipenuhi kesendirian yang begitu sunyi.
Menadah mengadu paling sempurna,
lafal nafas dari paraunya bicara;
izinkan aku pulang dan berbaring dalam cintamu lebih lama.

 

Mata Air

Di Ujung mata ibu mungkin ada telaga yang penuh dengan doa,
harapan yang tak pernah tandus walau diterjang luka.
Perjalanan menujunya mungkin akan sangat berliku,
dan mungkin nasib akan mulai rabun di penglihatanku.

Mata air itu tidak pernah kekeringan,
walau diterjang beragam kalut perasaan;
kecuali air mata yang perlahan menggenang dan mungkin sampai menenggelamkan.

Perkenankan aku untuk tenggelam saja di sana,
atau menahan segala terjun deras air mata;
karna sungguh aku benci ketika matamu menggambarkan bagaimana bentuk dari luka.

Mungkin kelak jika tiba masa gugurku,
aku tidak pernah khawatir akan dahaga yang menghampiriku.
Telaga itu tidak pernah kehabisan doa,
dan bibirmu tidak pernah menyentuh kering kerantang.

 

Rahasia

Matamu menyimpan banyak rahasia yang rabun, 
tak karuan dan hampir tak terbaca mataku.
Di belantara pertanyaan-pertanyaanku yang tak pernah terjawab,
kau masih menyimpan rahasia yang tak pernah ingin dijawab.

Rahasia itu menjadi racun,
getah dari segala takut yang getir menyapaku;
yang menghunus tiap derai percaya, dan ragu yang mulai menenggelamkanku.
Perlahan kau bebat kedua mataku,
dan mengindahkan pandangku padamu.

Kau rawat mahirnya melahirkan tanya,
hingga aku tak pernah bisa membedakan mana cinta mana rahasia.

 

Pulang 

Atas gemerlap gugusan bintang,
dan rasinya yang mengantarku pulang;
kau pandai merajut kumpulan kata menjadi satu cerita karangan yang mampu menidurkanku lelap.

Matamu dua binar cahaya bintang,
yang menerangi jagat remang dadaku;
hingga tak tersisa nihil cahaya itu di setiap sudut dan penjuru kota lusuh tubuhku.

Dadamu lautan lepas yang menghisap segala ketakutanku,
rumah pulang atas segala lelahnya tualang.
Dua tanganmu menjejal mataku, membebatnya dan membisikan desis percaya pada telingaku bahwa  “cinta adalah rumah antara ruang jemarimu dan jemariku”.


Muhammad Zaidan. Menempa kumpulan kata menjadikannya cantik dan rupawan. Akun Instagram : Sir.aden