Hibernasi
Sejauh musim dingin melangkahkan kaki
Ditapal batas kedinginan itu
Aku selalu merindukanmu
Pada kata tutur dibanyak sunyi
Kita akan memanggang diri
Dalam mimpi yang tak akan
Jadi realita sebaik harapan yang hangat
Dan tak pernah menghangatimu
Entah ke mana jaket dari bulu
Yang biasa kau pakai setiap tidur
Di genangan masa lalu yang dingin
Menyelimuti tiap ingatanmu
Yang tak lagi berbaju
Lampung, Juli 2019
Meraung di Ruang Riang
Gemerlap tahun baru membiru di pintu
Kerlip bintang menyala di pelupuk rindu
Anala mekar, suara-suara menggelegar
Riuh tumpah di jalan, ruang yang riang
Doa meraung dari hati yang tidur berkepanjangan
Berselimut mimpi, kecewa dan patah hati
Yang tetap teguh pada harapnya
Yang tetap berharap pada teguh hatinya
Yang lekas pulih dari pedih luka
Yang menulis harap baru pada nisan moyangnya
Kita sampai pada makna terompet
Di tiupan pergantian tahun
Banyak revolusi, resolusi, bahkan reinkarnasi yang dikuar
Hingga kita lupa tidur
Di ruang ini riangku abadi
Di raung yang suci, harapku berganti
Melesat lewat suar dan rapal doa
Bandar Lampung, 12 Januari 2022
Sabda Hujan
Aku duduk di teras rumah
Sedang engkau sedang berbaring dengan khusyuk
Di dalam
Hujan membelaimu mesra
Dan aku mulai membaca
Tiap tetesan yang jatuh
Menyesap di daun-daun gugur
Itu menyebut namamu
Yang cantik dan anggun
Menari di batu nisan
Lam-sel, Oktober 2019
Biarlah Daun Gugur
Biarlah daun-daun gugur
Sebagai luka
Di batas antara musim semi
Dan terik angin laut yang sedang berpulang
Biarlah rintik hujan berjajar
Sebagai barisan
Menyapu segala keraguam
Saat puisiku tak lagi terbenam
Biarlah bunga asakh menggantikan
Mawar-melati
Sebab di negeri kita, mahkota
Tak disandang jemala
Tapi dijunjung jelaga
Bandar Lampung, Juni 2022
Riwayat Kamar
/I/
Kau bicara tentang hal paling tabu
Sambil melucuti pakaian di hadapanku
Kau melahap waktu pada tubuhku
Sambil menyanyikan lagu paling sendu
Dan berbisik padaku bahwa hal paling tabu adalah mencintaimu
/II/
Tak ada lezat yang nyata
Katamu saat membuka tudung saji
Lalu kau menaruh rasa hambar
Supaya aku bisa merasakan kehadiran lidahmu
Dalam sepiring nasi yang belum sempat kau cicipi
/III/
Senyummu membawaku ke alam lain
Menyusuri dinding-dinding kosong
Sambil meraba-raba di mana tempat tidurmu
Aku tahu cara duduk namun aku memilih berbaring
Sambil menceritakan perjalananku menemukanmu
/IV/
Kau tahu aku pemalu
Saat mataku melempar rasa yang tabu
Bahkan lebih tabu dari hal paling tabu
Pakaianku lucut hanya satu
Dan aku merayapi gemetar paling syahdu
Desember 2019
Imam Khoironi. Lahir di desa Cintamulya 18 Februari 2000. Masih mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa Inggris di UIN Raden Intan Lampung. Punya cita-cita jadi terkenal. Tidak terlalu suka seafood dan kucing. Penggemar mi ayam dan bakso garis keras ini suka nulis puisi, cerpen kadang-kadang juga esai. Buku puisinya berjudul Denting Jam Dinding (ada di tokopedia). Karya-karyanya pernah dimuat di berbagai online seperti Simalaba.com (lainnya googling sendiri) dan media cetak seperti Malang Post, Riau Pos, Radar Mojokerto, Banjarmasin Pos, Bangka Pos, Denpasar Post, Pos Bali, Bhirawa, dan lainnya. Puisinya masuk dalam buku Negeri Rantau; Dari Negeri Poci 10 dan banyak antologi puisi lainnya. Ia bisa distalking di Facebook: Imam Imron Khoironi, Youtube channel: Imron Aksa, Ig : @ronny.imam07 atau di www.duniakataimronaka.blogspot.com. WA/Hp : 085609086924. Email notifikasi penerbitan: khoironinewsron@gmail.com.