Hitam Putih
(1)
Dalam sekotak televisi
Seorang anak melihat bumi
Melangsungkan upacara kremasi
Tarian api itu; murka menyala-nyala
Keluar dari kotak televisi
Dan membakari dunianya
Juga tanggal-tanggal dalam sebuah almanak
Yang sempat ia lingkari;
Rumah bagi masa depannya
(2)
Di pojok lain dunia
Seorang ayah menjadikan tangannya
Jari-jari puisi
Jari-jari itu menghunjam tanah
Dan membisikkan makna
Lahirlah untaian akar-akar
Yang menjerat bulir-bulir kehidupan
Sebuah kuncup pun muncul
Seperti telah dinubuatkan dalam kitab azali
Dan di sepasang mata seorang anak
Vegetasi tropika tumbuh membentang;
Sepaket masa depan
Dengan segenap program petualangan
Ayah: "Berikanlah kilau hijau ini nama anakku"
Anak: "Tapi ia bukan manusia ayah, atau puisi"
Ayah: "Berikan saja ia nama, dan ia akan menjelma puisi dengan ribuan makna. Setelahnya, matamu bakal mekar dan dunia kan tumbuh menjadi dunia anyar yang semarak warna"
(3)
Di sebuah losmen, seorang gadis berdoa
Semoga sidik jarinya tidak semakin ramai
Menampung gurat-gurat dosa
Barusan saja, seplastik sampah
Ia buang di bawah teduh rungkup jati
Dan ia tahu bahwa sampah itu bakal baka
Seratus tahun lagi
Bakal rajin menggentayanginya
Gadis itu berdoa
Semoga ayat-ayat bah
Tidak datang menghukumnya
(4)
Seorang anak yang sedang bermimpi
Melihat pusaranya suatu hari
Seorang ayah yang terus menumbuhkan puisi
Seorang gadis yang sibuk
Merapal mantra penghapus dosa
Berputar-putar, terus terulang
Dan bumi yang kian neraka
Semakin merah
Serupa jerawat di lubang pantat
Yang berdenyut
Hendak muncrat
Sumenep, 2025
Dadu Kadar
Dadu-dadu kadar dilemparkan
Segala kemungkinan berpendar-pendar
Sebuah pena di balik rembulan
Meneteskan tinta dalam jiwa gemetar
Sumenep, 2022
Introvert
Seonggok traffic light yang menjadi penanda lalu lalang puzzle-puzzle peristiwa, adalah manusia. Berdiri di pinggir jalan, hikmat dengan bahasa kesunyiannya sendiri, tanpa pernah peduli terhadap riuh gosip, rangkaian sumbang klakson kendaraan, kerumunan gadis cosplayer yang sibuk selfie ria, dan segala hampar warna di hadapannya.
Mobil motor berlalu lalang, dan ia cukup tabah menjadikan dirinya entitas yang ada hanya untuk melengkapi rimbun naskah drama yang disusun semesta. Ia khusyuk dengan kesendiriannya, dan ia akan terus menjalankan fitrahnya sebagai figur sampingan di sisi panggung sebuah persimpangan.
Sumenep, 2025
Gundah Menerka Ajal
Mataku leleh
dibakar ketakutan serupa ledakan;
bom-bom waktu.
Dibisikkannya hitungan mundur ajal
sambil menampakkan bayangan nisan.
Aku selalu ketakutan
pada apa yang terhalang tabir zaman.
Sebab, rahasia menuntut persiapan
dari tiap insan
agar bilamana rahasia membuka pakaian
takikan ada kejutan
juga ratapan
hanya detik jam, bersiap mencatat peristiwa
sebagai sebab kenangan.
Mataku leleh,
cairannya mengalir ke mimpi
jadi sungai
menghidupkan pepohonan di malamku
darinya tersemailah buah gundah.
Sebab, teramat banyak noktah
tertulis sepanjang pembuluh darah
tak mampu kusikat seluruh
dengan amal berpuluh-puluh.
Sumenep, 2022
Unitas Linguarum
diam-diam kau menjadi tali
mengikat segala yang semula tercerai
dalam satu simpul; persatuan
menggapai keterasingan makna
juga lafaz yang belum teraba
tanya yang purba bersemayam di muka
kala waktu menuntut tutur sapa
memasung dirinya
lalu segala terpaut hasta
menjadi begitu akrab
begitu dekat
tangan-tangan semula ragu bertautan
kini erat bergenggam
dan angin mengusir sunyi
yang menjadi musim bahari
Sumenep, 2022
Ikan dalam Bayang Ajal
Menjadi ikan adalah buih lautan di pantai
yang menunggu waktu tuk sirna,
adalah asap kuali yang menanti angin
tuk menjadikannya tiada.
Dari sela insang angka-angka berloncatan,
berlarian dikejar kematian.
Kematian adalah deru mesin kapal
tempat nelayan menaruh harapan
tapi harapan kami adalah kutub magnet yang sama,
selalu berbenturan
dan kami nisbahkan diri sebagai wujud kekalahan
dalam pertempuran harapan tak berujung.
Kami telah lelah pandangi matahari
sebab ia selalu menjelma almanak paling purba
diisyaratkannya pada kami bayang-bayang ketakutan
itulah hitung mundur menuju kehampaan.
Kami telah lelah, rebah
tapi garis kadar dalam tubuh kami
seakan terus mencambuki,
memaksa kami terus berjudi di kasino ini
Sumenep, 2022
Sejak Kau Terjun
;O Amerika
Ketika kau menumbalkan dirimu
untuk menjadi puisi kematian
bagi musuh yang bukan musuhmu,
kau telah menamsilkan diri
sebagai batu karang yang harus bertahan
dari segala kemungkinan.
Diksi-diksimu akan menjadi musim
di setiap pori-pori tubuh,
musim yang tidak pasti,
dan kutahu musim itu telah berhasil
menjadikanmu sebuah pohon di tebing jurang
yang dipermainkan angin.
Matahari yang memenggal bilangan umur,
akan menakutimu dengan bayang-bayang ajal
yang mengintai dan menunggu waktu hendak menyerang.
Sejak kau terjunkan diri di medan perang,
taman bunga di lembah hatimu telah terbakar seluruhnya.
Tiada lagi tawa,
tiada lagi musim semi,
tiada lagi berbintang.
Sejak kau menjejakkan diri di pelataran rumah Israil,
kau tahu bahwa nafasmu
sudah kau pertaruhkan
di perjudian kilat pedang,
tajam peluru
dan gelegar atom.
Dan bisa jadi detik-detik ini
akan menjadi detik-detikmu mengumpati diri.
Sumenep, 2022
Perwakilan Rindu
Puisiku
Pada raga aksaramu kususukkan makna rindu
Yang di dadaku berkecamuk ngilu
Jarak telah mencipta misteri
Pun penanggalan yang terus tanggal
Sebuah perjumpaan teramat temaram diramal
Di mimpiku, rindu itu gerimis malam
Begitu gelap, begitu lindap
Dalam diriku berdesakan isyarat hujan
Dan hatiku teramat sempit
Tuk jadi tempat persinggahan
Bagi kenang yang kian tajam mengusik
Sebab mulutku telah bisu
Bahasa pun sunyi
Aku tak lagi bisa mengucapkan
Apa yang mencoba berlesatan
Dari debur ombak mataku;
Buih rindu yang lamat-lamat berbisik
"Aku sekarat, kubutuhkan obat"
Puisiku
Segala kenang telah guruh
Lewat baris sajakmu
Jerit sendu itu 'kan berhenti gemuruh
Dekap aku dalam sunyi ini
Lewat sajakmu yang harmoni
Api yang padam di hati,
Pelan-pelan bakal kembali nyala
Sumenep, 2022-2025
Algoritma
Dalam kuasa monitor
Dia menjadikan kita
Deretan angka dan data
Yang menguraikan diri
Dalam ranah tanpa batas
Kita mengembang-menguar
Dari huruf menjadi kata,
Kalimat, paragraf,
Lalu bahasa menyemesta
Seperti input data pemrograman
Tanpa henti, tanpa jeda
Lalu kita diberi pena
Untuk menuliskan takdir sendiri
Algoritma-algoritma menjamak
Dengan iterasi atau tanpa
Dan di masa yang entah
Kita bakal samsara sebagai output
Yang sama sekali berbeda
Sumenep, 2025
Sebuah Usaha Mengubur Luka Lama
Keping-keping kesunyian berhambur dari wajahmu serupa gumpalan-gumpalan sampah yang mesti dibuang. Ingatan yang masih segar, jernih seperti lautan di retinamu, riuh redam membisikkan debur ombak mencambuk karang. Suara serupa guruh itu adalah jeritan masa lalu yang hendak kau kubur bersama guguran jasad waktu. Namun serupa menolak hukum fana, ia terus terngiang, deras, kian deras.
Barangkali begitulah tabiat kenangan. Ia semakin kuat mendekap seiring merebaknya nyala kremasi. Ia bakal menjelma lumut atau jamur atau apa pun itu yang tumbuh subur. Merebak dan terus merebak, sepanjang hembus napasmu bakal menjejak.
Sumenep, 2025
Fathurrozi Nuril Furqon, alumnus TMI Al-Amien Prenduan 2021 dan mahasiswa FEBI UNIA. Suka membaca, menulis, dan melamun. Instagram@zeal0108.