MELUMPURI TUBUH DENGAN NAMA-NAMA
di utara kau menggayuti kesedihan dan melumpuri tubuhmu dengan nama-nama yang tergantung, kata-kata bertebaran, di antara hujan dan wangi taman, di antara makam dan malam yang menyikapi tubuhku seperti puisi
kususun kubah di sepasang danau, seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan jejak dari para pengembara, menempuhi perjalanannya yang lahir dari kelahiran dan kematian
“jika semakin tinggi langit menjangkau tanah tempatmu berdiri, sunyi telah menyingkap tirai madu yang tersembunyi dalam hatimu”
lalu jantung dan mawar hitam bermekaran, menyerap anyir tubuhku yang kuyu, di dalam lumbuk, ruang tunggu dan genderang beduk menyalak petir lalu menyambar bukuku
Ciamis, 2022
DIANTARA NEGERI ASING, KOTA SENYAP
di antara negeri asing, kota senyap dan taman, kata-kata mulanya hanyalah gelap, lalu sorga menurunkan ibu yang menangisi tubuhmu yang tergenang bayang-bayang di malam
waktu menciptakan sepotong salju dan roti sandwich yang terus bicara seperti anjing menggonggong dimula penciptaan, penyesalan menggali kubur tubuhku yang dinanari mimpi, gedung hangus, kaca-kaca, jendela berwarna menghisapi tubuhmu dengan tanganku yang gosong
“ kuolesi pembicaraan antara pembenaran dan kekosongan yang menikam keningmu dengan bahasa paling bising”
sungguh, di suatu subuh, di tepi sungai yang kolamnya membangunkan matahari dari terbenam, menemukan belati tertanam diselangakanganmu, aku duduk di sana
Ciamis, 2022
SEBAGAI MAKHLUK DENGAN KULIT MATAHARI
batu karang berdesis mengenang tidurku yang memanggul kata-kata berlubang, kau hiasi kelamin dari dasar danau lalu melata menuju hutan yang paling rimba, dunia berputar setelahnya, laki-laki atau perempuan, hadir sebagai makhluk dengan kulit matahari
jazirah terbuka seperti lonceng yang mendengungkan tangismu, awan mengkerut, antara nyanyian dan dongeng bulan, menghiasi kasur tidurmu langit, bulan, dan bintang-bintang
ciuman cahaya orang saleh menggemetari sisik tubuhmu dari sebuah nama, lila, lila, lila, sebuah kata yang kau pinjam dari lenganku, tubuh menguning, memotongi sebagian rambutmu seperti bumi
“ dan di antara sebagian ke sebagian, setiap hari memandangmu hanyalah kesibukan menyenangkan diri sendiri dari kebosanan diujung puisi”
Ciamis, 2022
SAMBIL MENJAGA BATU, KAU TAHU
sambil menjaga batu, kau tahu, kata-kata menjelma seekor ular yang dari lembah dan peti kayu, hujan membuat tangan, para pelayan sering kali menjamah bayang-bayang
suara lonceng atau bunyi cumbu, menggema untuk setia menjaga nyala ingatan para tentara
“ tapi siapakah yang menjaga ingatan kami?”
lelangit dipenuhi cermin, bangkai kota hingga desa, di antara keduanya masuk kesini dan ke situ, di antara keduanya kata-kata hanya bayang-bayang yang berwarna biru dan menakutkan
Ciamis, 2022
SETIAP HARI MAYAT-MAYAT BERJATUHAN
setiap hari mayat-mayat berjatuhan, rambutku, keluar tanpa nafasmu yang berat, ikan-ikan berkeliaran, hilir-mudik merebut menciptakan tanda dan nama-nama
kubasahi kesendirianku dengan kutukan yang ditinggalkan bahasa pada kelopak bunga, tubuhku hanyalah batu karang, pula pegunungan yang mengapung, berciuman di antara pasar dan hutan penuh dengan ketakutan
“ meski musim dikeluarkan cahaya dan cinta penuh dengan lendir, gelap telah melilit bunga di tengah samadhi! “
bau tubuh, asin laut, dan lumpur kering, terlalu banyak suara menetes di sepanjang lorong yang dihuni para raksasa leluhur yang helainya berjatuhan di pipimu
Ciamis, 2022
Adnan Guntur, kelahiran Pandeglang tahun 1999. Menyelesaikan studi di Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Airlangga. Aktif berkegiatan di Teater Gapus Surabaya, Bengkel Muda Surabaya, Wara-Wara Project, dan Sanggar Arek.
Nama: Adnan Guntur
E-mail: adnan9guntur@gmail.com
Instagram: adnan_guntur