Sore Itu
Sore itu,
Desir pantai terdengar bak melodi yang bersahutan dan suara tawa sebagai lirik merdu
di dalamnya
Sore itu,
Pasir bak panggung pertunjukan, air pemain musiknya dan mereka sebagai aktrisnya
Alunan nyanyian didengar begitu lantang oleh alam
Sore itu,
Rahasia mereka terjaga dalam irama alam
Hingga senja perlahan meredupkan panggung setelah mendengar bisikan,
“Semoga di kehidupan selanjutnya,
kita kembali dalam raga yang berbeda namun rasa yang sama
ya, raga yang berbeda rasa yang sama.”
Keliru
Menapaki jalan hidup
Di jalan yang tiada tenang
Sembari tersenyum sinis
Menyaksikan metamorfosa insan yang kian hari penuh tekanan
Selalu terkena tikaman tak kasat mata,
Membunuh lewat suara
Bicara yang tak terelakkan, terkadang terlontar kata kata tanpa pikiran
Namun, dalam kata yang penuh hardik
Sampai lupa kata-kata punya kekuatan
Kutemukan cinta dan bijaksana yang mendalam
Hingga dapatkan kedamaian
Sajak ini hanya khayalan
Sajak ini hanya khayalan
Jika kau mencari kebenaran, tidak ada
Kebenaran sudah lenyap.
Percuma saja, semua sudah disembunyikan
Membosankan jika hanya tentang kebenaran
Tak ada orang yang bicara seperti anak kecil
Tak ada rasa yang setulus ibu
Di sini hanya ada khayalan
Diksi diksi tentang kebenaran pun dihalau dari sajak ini
Jika kau tidak suka dengan sajak ini, pergi ke sajak lain
Sekali lagi, sajak ini hanya khayalan
“Dan Akhirnya”
Dan akhirnya,
Dialog yang aku ucapkan selama ini hanya novel fiksi yang tidak nyata adanya
Salah kira ternyata aku
Dan akhirnya,
Tulisan yang kubaca selama ini hanya khayalanku saja
Penulisnya saja tidak tau
Salahkan saja sampul bukunya terlalu bagus
Dan akhirnya,
Buku ini terpaksa kututup sebelum usai dibaca
Salahkan saja tulisan buku ini acak-acakan
Berharap apa kepada buku yang tidak jelas siapa penulisnya
Dan akhirnya, sekali lagi
Salah kira ternyata aku
Ruang Mimpi
Mata yang terpejam di lorong mimpi
Kita bertemu di keheningan malam yang sunyi
Wajahmu hadir, teduh dan penuh dengan cinta
menyentuh hatiku yang resah,
menghapus segala duka.
Dalam pelukan mimpi, kita berbicara tanpa suara,
Meski kini hanya angan semata
Rasanya begitu nyata terasa
Inginku abadi dalam bayangan ini
Namun angan tetaplah angan
Rindu ini kulepas hanya di dalam mimpiku saja
Winda Radisti mahasiswa jurusan Sastra Indonesia, Universitas Andalas