Sungai dan Puisi-Puisi Lainnya

21/02/2025

 

Isyarat    

segalanya akan menipis segera    
dan hanya     
menyisakan sedikit kata-kata sempit    

begitu juga lambung berhenti basah    
dan sulit 
mengatakan aku sedang sakit    

kau benahi selimut jatuh     
saat gigil malaria menyengat    
kuraba kembali tepukan kecil itu    
sebelum meninggalkan pemberhentian tercepat

entah dari mana kata separuh rumpang
separuh rampung menyentuh layar mataku    
aku hendak menjadi peneduhmu        
sayang kepak kupu-kupu lebih dulu diambil siang    


Sungai

menyasar barat  
petang tak buat kita takut tersesat

punggung ini haus sentuhan 
kecuali daun jatuh, janganlah beralih dari arus tubuhku

pasir mungkin menyimpan sejarah jantan
tentang bagaimana  sepasang kekasih
sebelum kita, memaknai perang sebagai kekalnya perjuangan 

tetapi lihatlah, air sungai ini melarungkannya juga
tak ada apa-apa dan itu yang kita dapatkan


Fragmen

bila sampai batasnya
siapa pun tahu keterasingan 
bermesra dengan bukan  hanya satu tepian

tiada bel berbunyi 
begitu nyaring 
di ruang yang mungkin

kutinggalkan kamar. pintu-pintu bersaran keluar 
di mana setapak ke hutan belakang 
dan pelan ingatan menempuh asam

pada bakal sebuah rawa 
aku melihat 
(mayat-mayat tergantung
buruh kehilangan anaknya
tambah orang kafetaria) 
langit sering memperungu bayanganku

kenyataan semuram keterlanjuran itu

kabut pun turun merebah 
kebekuan seperti jauh ke sana

pada repas tertentu siapa pun tahu
keindahan “Requestion in Pace” itu bukan kepunyaan
damailah, dalam persekutuan orang-orang kalah.


Transparan

Dengan mengingat 
dingin sepanjang musim
Shaichiao, luka-luka itu

Kujenguk— 
betapa pun lekas terantuk 
tubuhku, taman tempat engkau menunggu

Terdengar dari patah-patah 
bunyi angin menyelisih

Selamat hari minggu
kataku 
akankah sunyi berakhir di lipatan kelopak matamu

Kemudian hening 
berbaris tak kelihatan 
dan kembali hanya mempertebal yang telah berulang terjadi

Seseorang enggan memenggal lengannya 
antaran ia ingin melukainya, selalu

Jika tak kau temukan kepedihan itu
Shaiciao,


Reruntuhan
aroma kematian 
merebak di lesap wajahku

merayu
menggebu 
dalam lepas berbaring menunggu

barangkali, sampai akhirnya 
tiada seorang merebut ia dari padaku
terlipat doa-doa
kukatakan itu seperti lama tak bertemu

mungkin makin dingin 
lalu putus oleh hembus angin
waktu pun jatuh timpa tubuhku

ruang ini sepi dan mengingkari
aku ingin rebah tanpa menolak lagi


Insomnia

kecemasan ini ranjang tua yang robek rupanya
tiap kembali cedera bertempat
masa kecilku memang minta didekap

segera datang malam dan diam menikam

tepat setelah bunyi kerat 
kulepaskan segala yang hangat

kalau saja
sudut yang terbuka tak mencetuskan luka
tak perlu kukhianati kematianku sendiri


Plasma

sepi tubuhku plastik 
terbang di tengah langit mayang

kau, satu-satunya yang ingin kutemui
dan sudah sekian lama kita tidak berbincang

petang menjepit 
hilang tinggal di jalanan

pernah tiba-tiba kau merasa perlu 
menghitung detak jantungmu

seolah telah kau lekat telapak tangan
menjelang kesunyian berdebu-debu

di mana nafas akan perlahan terputus
tak berulang sampai lima

bapa, lepaslah
menyerah membuka mata kita


Zefanya Manullang, lahir di Jambi 21 November 2023. Ia mulai aktif berteater dan menulis sejak bergabung dengan komunitas Teater Art in Revolt (AiR) Jambi. Tulisannya telah dimuat di media cetak dan media daring Jambi. Naskah monolog terbaru yang ia tulis dengan judul “Sicklose” telah dipentaskan dalam gelaran Dapur Lab Teater Ciputat 2024. @Sicklosee (Instagram)