Air Mata Hujan
Cucuranmu mengingatkanku arti hadir dan pergi. Tentang cerita yang pernah bersama, berakhir
pisah. Kau memang hadir sebentar. Namun membekas di sekujur tubuh.
Bila saja nanti mereka berlarian menghindarimu. Biarkan mereka! Lakukan tugasmu
meneruskan rahmat.
Memang ada kalanya, hadirmu memberi bahagia, ke penjuru dunia. Atau mungkin selama ini
waktu yang tak tepat memberi amanah. Hingga manusia merasa waspada menyusul resah?
Jikalau segala yang tampak adalah hujan. Manusia akan sakit sebelum mendapat berkah. Pun
barangkali bising bukan lagi suara jangkrik. Melainkan langit penggerak seribu rahmat dari
cucurannya
Ah, setiap tetes adalah kuasa. Manusia hanya menatap. Tak mampu melawan, juga mengusir
pergi begitu saja. Apa yang turun dari langit dan ciptaannya, adalah semua cara hujan
membasuh luka tanpa bertanya.
Mereka tak perlu mengumpat
Atau Melumat
Atau Mengaung
Atau mengisak
Sekadar menabrak suara hujan?
O, Apalah arti hujan, tanpa tahu siapa penciptanya.
Pekanbaru, 01 Februari 2024
Waktu yang Terdiam
manusia tercipta dengan segala cerita
berbagi luka untuk menyisih air mata
sedikit demi sedikit mengalir menjadi berita
tak kuasa usia di ujung renta
suara hening menutupi bising hari
telah lelah sepanjang waktu menjejaki
kenapa diam saat matahari mulai pergi
bukankah kita selalu menghibur sunyi
sebut saja ini adalah waktu sakral
semua utusan kalang kabut berlarian
surau-surau dipenuhi muatan
rukuk sujud seakan terlihat mahal
sungguh takjub dengan kuasa Tuhan
mencipta waktu dikuasai bulan
yang tersenyum sabit memeluk duka
siapa pun beruntung menerima secukup pahala
semoga saja
manusia sadar dengan panggilan
perubahan siang dan malam
pertanda diri harus berbenah
begitu merugi
bagi mereka-mereka menghabiskan cerita
menunggu esok yang tak pasti menemani
Pekanbaru, 18 Januari 2024
Merayakan Tangisan
Menangis di tengah rasa bahagia itu hal luar biasa
Pernah ditumpahi kegagalan berulang kali
Jera sudah, tak ingin lagi untuk mencoba
Rehat, memulihkan pikiran yang kacau terombang-ambing
Saat itu sepi tak berpenghuni
Gelisah yang belum terobati
Menyalahkan takdir pun pernah diberi
Mengucap istigfar memohon ampun Illahi
Berkali-kali berdiri sekuat mungkin
Terjatuh lagi melampiaskan perih
Ku yang dulu tak sudi mencoba kembali
Sampai angin berbisik membujuk untuk pulih
Tinggalkan semua berita duka kau, jadikan itu puisi duka yang bermakna'
Meski pernah meringis
Ingat, bahwa bahagia itu akhir dari tangis
Buka mata menerima kenyataan
Bahwa tak selamanya sedih tak berkesudahan
Akan ada sirene kebahagiaan
Berdentum di ujung pengharapan
Yang setiap detik ada nilai yang kucicip
Setiap menit ada nilai yang kusyukuri
Setiap pukul ada nilai yang kupikul
Yang setiap kegagalan ada sukses yang terselip
Meski tak sekarang tertunai
Ada waktu yang tepat untuk menuai
Pekanbaru, 16 Mei 2024
Siapa yang Membutuhkan Manusia?
Apa sebab detik berhenti tanpa suara
Hilang sekejap pergi dengan angkuh
Padahal telah tercatat sedari dulu
Kita manusia butuh tempat mengadu
Sama siapa pun boleh saja
Sesama terlahir dari darah mungkin terlalu sering
Tapi belum juga bertemu titik terang
Cobalah berhembus langitkan segala pinta
Kita yang berhamba dengan segala bisik selalu dicinta
Melebihi cinta dari umat nabi adam
Biar tak terlihat, tapi selalu ada
Sinar kasih yang memberi kekuatan
Saat manusia jatuh tak bertumpu
Dialah sang penolong segala waktu
Biar detik sekejap mata berpicing
Baginya kehendak adalah yang terpenting
Apa yang manusia pinta dan harap
Akan selalu diberi dengan bertahap
Manusia tanpa tumpuan
Akan selamanya rapuh
Hilang arah lupa diri
Lemah semakin lemah
Bertambah-tambah
Seluas apa pun samudera di dunia
Mungkin lebih luas rasa cintanya
Biarpun tak terbalas hanya karena rayuan fana
Manusia bisa apa?
Bisa menangis saat ditimpa?
Bahagia pun lupa sudah dicinta
Siapa manusia sebenarnya
Bisa apa?
Bisa mati sekejap hembusan angin?
Antara Januari dan manusia siapa yang lebih membutuhkan?
Tak perlu berpikir lama untuk menjawab
Sudah pasti segumpal darah yang hina adalah jawabannya
Jelas teramat jelas
Pekanbaru, 20 Januari 2024
Rencana Selamat Tinggal
Selamat merayakan hari itu
Hari yang telah menjadi pemersatu
Antara kau dan aku
Mungkin terakhir bertemu
Lelah sudah kuubah
Menjadi aliran mata air jernih
Mengalahkan air mataku tak berharga ini
Tersendat di ujung arus surgawi
Kau menolakku masuk bersama
Bukan karena sepadan atau serupawan
Lebih dari itu aku yang harus sadar diri
Berkaca dengan kesalahan yang ditelusuri
Mulai hari ini semua dilahap habis
Oleh rencana yang telah kita persiapkan
Melalui lembaran kertas bercap basah
Saat tanda tangan berubah menjadi tanda mata
Habis sudah pengharapanku ingin bersama
Sebentar lagi panggilan memanggil kita
Duduk dengan jarak yang tak lagi dekat
Saat mata dan hati saling melekat
Tak mampu mengubah keputusan yang mutlak
Apa ucapan yang pantas terucap?
Saat perpisahan disaksikan banyak mata
Mohon maaf atau terima kasih?
Mungkin selamat tinggal adalah ucapan yang tepat
Pekanbaru, 30 Maret 2024
Ilham Ramadhan, lahir di Tanjung Balai, pada tanggal 1 November 2004. Sekarang ia tinggal di
Pekanbaru. Ia merupakan mahasiswa angkatan 2023 di Universitas Riau dengan mengambil
program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Baru-baru ini ia senang menulis puisi,
seperti mengikuti berbagai perlombaan. Karyanya pernah menjadi karya terbaik dalam cipta
puisi dan cerpen di tingkat Nasional. Tulisan Esainya belakangan ini juga dimuat di media
bernama Melintas.id. Cinta terhadap sastra terus digencarkannya melalui berbagai perlombaan
dan konsisten dalam berkarya.
Instagram : ilhamramaa1